Dua Tahun Perjalanan, Dua Tahun Penuh Makna

Perjalanan dua tahun terasa cepat dilalui. Tanpa terasa selama dua tahun itu, banyak kenangan yang terjadi. Entah itu bahagia, tawa, sedih, ataupun haru, menumpuk jadi satu. Kepingan kutub utara dan selatan yang membayangi perjalanan ini memberikan makna berarti bagi saya. Tunggu, perjalanan ini bukan menyangkut soal hati, tapi soal komunitas yang saya cintai sejak ia lahir, 5 Agustus 2011 lalu, Sahabat Ilmu Jambi.
Tidak ada yang pernah tahu apakah yang kita lakukan punya makna bagi sekitar atau tidak. Syukur-syukur itu bisa berdampak baik. Toh kalaupun tidak, at least kita udah berani melakukan sesuatu yang kita yakini benar, sesuai dengan passion kita.
Begitu pula yang terjadi pada saya setelah selesai Kuliah Kerja Nyata (KKN) di Desa Muaro Jambi pada awal Mei 2011 lalu. Saat itu, terbersit keinginan untuk lebih banyak berkarya bagi orang di sekitar. Terinspirasi oleh beberapa pemuda di Indonesia, terlebih lagi pemuda di desa tempat saya KKN dulu, berbincang dengan orang-orang yang kira-kira mendukung ide saya, akhirnya muncullah Sahabat Ilmu Jambi.
Awalnya saya melihat bahwa kondisi dimana teman-teman saya kurang motivasi untuk mencari ilmu selain ilmu di bangku pendidikan. Kerisihan ini yang membuat saya ingin berbagi ilmu. Berbagi ilmu dengan anak-anak kurang beruntung di sekitar saya, terutama anak-anak di panti asuhan. Saya pun memilih bidang pendidikan karena sesuai dengan passion, dan yang paling penting adalah menjawab keresahan saya terhadap motivasi mencari ilmu, khususnya membaca dan menulis.
Sahabat Ilmu Jambi, di dalam perjalanannya, tidak semulus yang teman-teman lihat saat ini. Banyak lika-liku yang justru saya alami pribadi, sebagai bentuk pendewasaan diri. Saya melihatnya dari kacamata pandangan saya, dimana tidak semua anak-anak mendapat pendidikan yang layak. Tidak semua anak mendapatkan pengasuhan dan bimbingan baik dari orangtua. Tidak semua anak hidupnya bahagia seperti negeri dongeng, bahkan jauh dari orangtua berbulan-bulan adanya.
Pendewasaan diri dalam berpikir memiliki makna tersendiri bagi saya. Saya berpikir mengusahakan terbaik bagi komunitas ini. Cara mengajak orang lain untuk terlibat langsung dalam aksi kerelawanan. Membuka pikiran bahwa dengan berbagi hidup akan lebih berarti. Hidup tidak lebih dari sekedar kongkow-kongkow di mall dan menghabiskan uang sia-sia. Toh, kita bisa lihat di sekitar kita masih banyak yang butuh bantuan kita. Mereka butuh ilmu dari kita yang terdidik ini. Sungguh sebuah kebahagiaan jika apa yang saya lakukan dapat menggerakkan orang lain tanpa dipaksa.
Saya juga belajar untuk sabar. Ya, sabar dalam menghadapi orang lain yang terlibat dalam komunitas ini. Sabar menjadi kakak bagi teman-teman relawan. Sabar untuk mendengarkan cerita dari mereka yang ingin didengarkan pendapatnya. Terlebih lagi sabar dalam mengendalikan emosi ketika bertentangan pendapat. Well, saya merasa kesabaran hidup melonjak drastis ketika saya berada di komunitas ini.
Di dalam perjalanan saya menuju pendewasaan diri ini. Saya telah melewati tahun pertama bersama relawan dan adik asuh pada 5 Agustus 2012 lalu. Merayakan satu tahun pertama dengan kegiatan buka bareng dan kegiatan positif lainnya. Saya masih ingat waktu itu kami potong tumpeng dan memberikan hadiah bagi pemenang di Twitter @SahabatIlmuJBI yang berhasil memberikan ucapan ulang tahun kreatif. Sekarang, 24 Agustus 2013 lalu, SIJ merayakan ulang tahun yang kedua. Bedanya, kali ini tanpa saya, karena saya berada di Rote Ndao, Nusa Tenggara Timur. Saya cukup iri mendengar progress SIJ yang lebih baik sekarang. Dari segi relawan dan program, saya merasa perkembangannya melesat sekali. Dan tentu saja, acara ulang tahun SIJ kemarin sukses bikin saya ingin berada di tengah-tengah mereka!
Saya banyak belajar dari SIJ. Relawan dan adik asuh menjadi keluarga baru dimana saya belajar dari mereka. Perjalanan dua tahun ini penuh makna. Perjalanan dua tahun ini pasti akan menjadi kepingan kenangan bagi saya yang akan indah bila saya ceritakan di masa depan.

SIJ volunteers and the orphans, my heart still there :')

SIJ volunteers and the orphans, my heart still there :’)

Yang Terbaru dari Sahabat Ilmu Jambi

They're my energy, my Sahabat Ilmu Jambi's volunteers :)

They’re my energy, my Sahabat Ilmu Jambi’s volunteers 🙂

Pembaharuan itu perlu, apalagi untuk regenerasi organisasi. Tujuannya? Agar ruang lingkup organisasi lebih fresh dengan ide-ide dan orang-orang yang baru. Begitu pula yang terjadi di Sahabat Ilmu Jambi Minggu kemarin, 31 Maret 2013. Proses regenerasi terjadi, demokrasi berjalan. ^__^

Perasaan baru kemarin, 5 Agustus 2011, saya, kak Meila, Ein, Novi, Taufik, Ana, kak Ruth, kak Eko, dan teman-teman lainnya kumpul di Unja Telanai. Menyepakati adanya komunitas Sahabat Ilmu Jambi, yang mencoba berbagi ilmu dan meningkatkan minat membaca serta menulis di kalangan anak-anak kurang ebruntung. Ide yang berawal dari perbincangan saya dan kak Meila tersebut disambut baik oleh teman-teman. Akhirnya muncullah komunitas ini, yang dulu hanya sempat saya berpikir kalo: “Mano ado lah anak mudo Jambi yang nak tergerak ikut komunitas kek gini.” Sungguh pikiran negatif yang ternyata berbalik arah kepada saya saat ini: “Banyak yang peduli kok dengan Jambi. Mereka itu, para relawan.” :’)

Beberapa bulan ke depannya, keajaiban perlahan-lahan terjadi. Beberapa teman ikut bergabung, menyatakan kesiapannya untuk berkontribusi bagi pendidikan anak-anak kurang beruntung di Jambi, secara nyata. Beberapa bulan ke depan pula sejak hari itu, semakin banyak media yang memberitakan Sahabat Ilmu Jambi. Dalam kurun waktu berkembang itu pula terjadi kontemplasi pikiran apakah SIJ bakal exist atau nggak tanpa saya, tanpa lainnya. Bahkan semangat pernah naik turun. Menurut saya ini hal wajar terjadi di sebuah organisasi. Yang tidak wajar adalah hanya diam di tempat tanpa mau mencari solusi dari masalah yang ada.

Hingga kini, 2013, SIJ sudah memiliki perubahan baik dari struktur organisasi maupun ide-ide untuk mengembangkan divisi baru yang menurut saya kreatif. Ini tentu tidak terlepas dari mereka, para relawan, yang masih aktif berkontribusi di SIJ. Without the, SIJ is nothing. Sejak 5 Agustus 2011 hingga tahun ini, SIJ masih diamanahi oleh saya dan Ein. Bukan kami tidak ingin memberikan kesempatan kepada teman-teman untuk menggantikan posisi kami waktu itu, tapi kami masih ragu apakah teman-teman sudah bisa berjalan sendiri, meski nantinya juga akan kami temani. Namun pada akhirnya keragu-raguan itu hilang akhir tahun lalu, saya katakan pada Ein, tahun depan (2013, red) harus pergantian kepengurusan. Saya dan Ein pasti sudah punya urusan masing-masing, mengingat saya sudah kerja dan Ein diterima jadi PNS di Bulian. Di satu sisi, penyegaran organisasi akan lebi hefektif jika ada pengurus yang baru dengan ide-ide yang baru. Ein pun sepakat. Kami menentukan hari dimana kepengurusan terbaru terbentuk, dan juga membicarakan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga SIJ kedepannya.

31 Maret 2013 lalu, kepengurusan SIJ terbentuk. Melalui voting dan asas berlandaskan demokrasi, kepengurusan terbaru telah hadir di SIJ. Dengan Rieo Fadila sebagai ketua, Tri Fany Habibah sebagai wakil ketua, Tiara Ariyanti sebagai sekretaris, Rini sebagai bendahara, Uli dan Didink sebagai Penanggung Jawab (PJ) Humas, Rara sebagai PJ Divisi Pendampingan, Amel sebagai PJ Divisi Kreatif, dan Yani sebagai PJ Divisi Taman Baca. Semoga dengan kepengurusan yang baru ini, setiap relawan lebih menyadari bahwa ia sangat berarti bagi SIJ. Tanpa mereka, SIJ akan goyah, akan punah, nggak ada lagi di Jambi. Dengan mereka justru, SIJ akan lebih baik, lebih berkembang, lebih berarti, dan lebih semangat berbagi ilmu dan membuka cakrawala. Selamat menjalankan amanah teman-teman! Saya percaya teman-teman  pasti bisa! I love you all :’)

Nipah Panjang: Dahulu, Kini, dan Nanti

Senja kala di hari Jum’at, 15 Maret 2013 lalu menyisakan kenangan mendalam bagi saya. Setelah 9 tahun meninggalkan Nipah Panjang,  sebuah desa yang kaya akan daun nipah, saya menyapanya kembali pada hari itu. Tepat dimana ketika adzan Maghrib berkumandang. Sayup-sayup saya mendengar “Selamat datang di Nipah kembali, Bella.”

Perjalanan saya hari itu awalnya hanya keinginan tersendiri, namun ketika saya mengutarakan keinginan ingin ke Nipah kepada relawan Sahabat Ilmu Jambi (SIJ), membuka taman baca dan kegiatan lainnya, akhirnya relawan SIJ pun menyetujui pula untuk membuka taman baca. Dan saya pun kesana tidak sendiri, tapi dengan semangat kawan-kawan, akhirnya niat yang sudah lama ingin dilaksanakan itu tercapai. Hari itu, setelah sholat Jum’at, saya, Amel, Rini, Rio, dan Maul bergerak dari rumah saya menuju Nipah Panjang. Diselingi dengan perbincangan absurd Rio dan Maul tentang “Ale-ale”, nyasar di komplek perkantoran Tanjabtim karena Rini yang ragu-ragu menentukan pilihan arah, serta jalanan Nipah yang cukup AMAZING, sampailah kami pukul 18.00 tepat.

Nipah Panjang, bisa saya katakan hampir 100% berubah. Jalanannya yang dulu menurut saya bagus dan mulus, kini dipenuhi dengan batu kerikil dan berlubang. Alhasil kalo bawa kendaraan disini nggak bisa ngebut-ngebut. Di sisi lain, jembatan disana juga beberapa telah berubah, dari yang dulunya kayu, kini sudah diberi semen (di beberapa tempat). Di depan rumah saya juga, dulunya sawah membentang, kini? Ruko dan rumah yang membentang! Rumah saya dulu, yang pernah saya tinggali bersama keluarga, dimana banyak kenangan tersisa disana, pun kini sudah reyot, hampir mau roboh. Melihat bentuk rumah tersebut, sayang sekali rasanya harus berada dalam keadaan demikian. Rumah kayu itu-lah yang membentuk pribadi saya, disanalah orangtua saya menanamkan sifat sederhana.

Yang tidak pernah berubah dari Nipah Panjang adalah keramahan masyarakatnya. Masyarakat disana masih saja mengingat Bella yang kecil, keluarga Bella yang begini begitu, adek-adek Bella yang hiperaktif semua, haha.. Di satu sisi terharu mendengar masyarakat disana masih mengingat saya dan keluarga, di satu sisi rasanya kok agak lebay ya? Hahaha. Bahkan ketika saya sampai di rumah dimana saya menginap, di tempat salah satu keluarga saya, Tante Erna dan Om Herman, mereka bilang Bella dulu begini begitu. Lalu ketika saya bertemu dengan Wak Aro, yang sempat mengasuh saya (karena dulu rumah saya pernah berada di bedeng samping rumah beliau), yang katanya kalo saya nangis dan misalnya gak boleh keluar rumah dan bla bla bla lainnya. Wak Ari menceritakan itu semua dengan berlinangan air mata. So sweeettttt.. :’)

Cerita lain juga saya dapatkan dari kerabat mama dan papa disini. Mereka kebanyakan bertanya soal orangtua saya, titip salam, dan bilang kalo ke Nipah Panjang lagi jangan lupa mampir ke rumah mereka. Kerabat mama dan papa pun mencoba untuk menostalgiakan saya yang dulu masih kecil. Haha. Ampun deh. 😀 Oya selain berkunjung ke kerabat mama, saya juga dikomentarin oleh guru-guru saya, dari TK, SD, hingga SMP, banyak yang bilang kalo Bella sekarang beda banget. Terus ditanyain apa kegiatannya sekarang, kerja dimana? Dulu kuliah dimana? Hingga pertanyaan paling absurd pun dilontarkan: kapan nikahnya? Oh my God..hahahahaha.

Menyimak dari berbagai komentar tadi, saya bersyukur akan satu hal: betapa indahnya dunia ketika ada yang mengenang kita di masa lampau. Ya di masa ketika kita pernah menjadi bagian dari hidup mereka. Saya dan Nipah Panjang yang dulu :’)

Di Nipah Panjang saya juga mengunjungi beberapa tempat yang dulu memiliki banyak kenangan bagi saya. Pertama, rumah saya. Saya katakan di atas tadi, kalo bentuk rumah saya sudah reyot, hampir mau rubuh, dan nggak layak huni. Estimasi pertanyaan tersebut sebenarnya sudah saya peroleh dari orangtua yang sudah lebih dahulu kesana, namun alangkah terkejutnya saya ketika menyaksikan langsung kondisi rumah itu. Dulu rumah itu (yang meski kalo hujan agak sedikit bergoyang), menjadi tempat berlindung kami sekeluarga, kini boro-boro bisa menampung orang, kondisinya aja sudah begitu. Saya pun melihat bagian samping rumah, tempat dimana saya dulu meletakkan buku-buku yang dipinjam oleh teman. Saya ingat kejadian 2 adek saya yang jatuh ke air di bawah rumah saat debit air sungai Batanghari naik. Saya juga ingat ketika saya duduk-duduk di depan rumah, melihat kolam ikan di belakang rumah, dan mengingat dimana meja belajar saya diletakkan di dalam rumah itu. Sayangnya itu dulu. Kini, saya pun hanya bisa mengenangnya :’)

Tempat kedua yang disambangi adalah rumah Ibu Pane, guru SD saya yang menginspirasi saya untuk menjadi guru. Ibu Pane kini sudah udzur, sudah pakai jilbab, tetapi yang saya salutnya di umur beliau yang sudah udzur itu, semangatnya masih kentara, badan beliau masih tegap! Kami disambut dengan tekwan khas Nipah Panjang malam itu, yang beliau pesan di deket rumahnya. Kami juga diberi mie ala kadarnya (ibu Pane sendiri yang menyebut nama mie ini) setelah kami membuka taman baca pada hari Sabtu, 16 Maret 2013.

Tempat ketiga yang saya kunjungi adalah TK, SD, dan SMP. Di TK Dharma Wanita ini, saya dan dua saudara saya mendapatkan ilmu dari ibu Dewi dan pak Miran, sayangnya ketika saya kesana kemarin hanya ada ibu Dewi saja. Seingat saya pula, dahulu ruangan kelas yang hanya satu di TK ini lumayan luas, kini entah kenapa menurut saya agak mengecil. Ada juga permainan anak-anak disana, dan hasil karya anak-anak yang ditempel di mading sekolah. Saya pun sempat berfoto dengan ibu Dewi, yang sayangnya beliau masih melajang hingga saat ini :’)

Setelah dari TK, saya pun ke SMP N 3 (dulu SMP N 1). Saya sangat ingat ketika harus berjalan kaki dari sekolah ke rumah, atau sebaliknya. Perjalanan melalui Jl. Delta ini cukup jauh, kira-kira 3 km. Sesampainya disana, saya bertemu dengan pak Herman, pak Supeno, dan guru-guru lainnya. Guru-guru disana sebagian ada yang baru, sebagian pula dari jaman saya masih mengajar disana. Meski tidak masuk ke ruangan dimana dulu saya belajar, tapi melihat cat hijau sekolah ini, saya pikir tidak banyak yang berubah. Hanya saja pak Herman mengeluhkan perilaku siswa disana yang mudah terpengaruh oleh budaya luar sehingga kurang ingin mendapatkan ilmu.

Selepas dari SMP, tujuan sekolah terakhir adalah SD N 10 (dulunya SD N 24). Disinilah cita-cita saya hidup dari panutan guru-guru yang memberikan saya ilmu. Saya bertemu dengan ibu Pane, ibu Is, dan guru-guru lainnya yang ketika ketemu saya: “Wah Bella sudah besar, kerja dimana sekarang, dulu kuliah dimana, dan kapan mau nikah?” Jleb hahaha. Di SD ini saya dan relawan SIJ mengadakan kegiatan pendampingan untuk siswa kelas 6 SD. Tema yang digunakan masih sama ketika kami ke Desa Rukam, yakni Melukis Mimpi. Jadi, anak-anak disana menggambar profesi/cita-cita mereka di masa depan. Yang bikin terharu ada satu anak, namanya Aulia, yang menggambar cita-citanya sebagai seorang penyanyi, dia menggambar dirinya, panggung, orang-orang yang menonton, dan nama Konser Aulia di selembar kertas putih yang kami berikan. Kemudian dengan percaya diri, ia maju ke depan menjelaskan cita-citanya, dan diakhiri dengan suara merdunya yang menyanyikan sebuah lagu. Pendampingan di SD N 10 berjalan lancar, anak-anaknya sangat aktif, senang bisa berbagi dengan mereka :’)

Setelah menuntaskan kunjungan ke 3 sekolah itu, tempat selanjutnya adalah rumah kerabat mama dan papa, yakni rumah Revi (mamanya teman mama saya); saya ketemu Revi sekeluarga disini, selanjutnya saya ke rumah Dahliana (mamanya juga teman mama saya), dilanjutkan ke rumah Rizky (ini teman SD Ein dan Rini), ke rumah Wak Aro yang menyisakan linangan air mata hehe, ke rumah wak Cek yang meski beliau tidak ada juga bisa ketemu suami beliau, wak Mat (mantri kesehatan yang bekerja di Puskesman, masih ada hubungan darah dengan keluarga saya), ke rumah Wak Nur Teguh dan Cuma ketemu suaminya juga, ke rumah Wak Siah yang dulu mengajari mengaji bagi saya dan adek-adek (beliau sabar banget dulu mengajari kami), dilanjutkan dengan Ancolnya Nipah Panjang di malam minggu waktu itu, hingga bertolak ke warung bakso mentraktir teman-teman.

Tempat terakhir dimana saya  dan relawan SIJ mengadakan kegiatan bersama-sama adalah di rumah ibu Pane. Disana kami membuka taman baca pada pukul 16.00 WIB. Anak-anak SD N 10 dan ibu Pane sendiri sudah menunggu sejak 30 menit yang lalu (mohon maaf telat *sungkem*). Disana ketika kami membuka 2 kardus yang isinya buku-buku dari para donatur itu, semua anak-anak langsung menyerbu. Saya dan teman-teman kewalahan. Rio apalagi, yang memberi pertanyaan tentang SIJ, lalu Amel, Rini, Romy, dan Maul yang sibuk mengantisipasi kegiatan, sungguh kebagaiaan tak terkira melihat anak-anak menyerbu ilmu. ;’) Disana SIJ mempercayakan rumah ibu Pane sebagai tempat taman baca, dan 2 anak perempuan yang dipercaya sebagai penanggung jawab apabila teman-temannya ingin meminjam buku. Semoga saja apa yang SIJ lakukan disana memberi efek yang meskipun tidak banyak, dapat berguna bagi masa depan mereka kelak, amiinnnn…

Akhirnya, dengan berat hati, pukul 03.30pagi, 17 Maret 2013, kami harus meninggalkan Nipah Panjang. Sebagian besar yang baru kesini, seperti Rio, Amel, Romy dan Maul ingin kembali lagi. Saya? Wah apalagi! Tidak terkecuali Rini yang notabene penduduk Nipah Panjang. Saya sangat bahagia bisa kembali ke masa  lalu, dimana Bella Moulina pernah berkembang hidupnya disini, dengan dikelilingi oleh orang-orang yang baik. Semoga kebaikan mereka dibalas setimpal dengan apa yang telah mereka buat di dunia olehMu ya Allah. Semoga apa yang kami lakukan ini bermanfaat bukan hanya untuk kami sendiri, tapi juga bagi mereka, dan sebagai ladang pahala bagi amal kami di akhirat kelak.

Timbul satu pernyataan untuk masa depan Nipah Panjang. Masyarakatnya pasti dan harus maju dengan generasi muda yang mencari ilmu!

Ini rumah yang saya tempati sejak 1998 hingga 2003 akhir di Nipah Panjang II, kondisinya mengenaskan? :') Tapi ia cukup banyak memberikan pelajaran bagi saya.

Ini rumah yang saya tempati sejak 1998 hingga 2003 akhir di Nipah Panjang II, kondisinya mengenaskan? :’) Tapi ia cukup banyak memberikan pelajaran bagi saya.

Sahabat Ilmu Jambi Salurkan Bantuan Bagi Korban Banjir di Desa Muaro Jambi dan Seberang

sij banjir

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

“Kebahagiaan sejati itu terletak pada kata: BERBAGI.”

itulah yang saya pribadi rasakan ketika mampu melihat wajah ceria orang-orang yang dikasihi tersenyum atau tertawa, berbagi kepada mereka. Itu pula yang relawan Sahabat Ilmu Jambi (SIJ) lakukan akhir-akhir ini. Berawal dari berita banjir yang menimpa sebagian wilayah provinsi Jambi, kami pun bergerak, mengumpulkan sumbangan dari para donatur. Mencoba berbagi apa yang bisa kami beri.

Program sosial dalam membantu korban banjir ini dilaksanakan pada 26 Februari 2013. Sebelumnya kami telah mengumpulkan sumbangan dari para donatur berupa dana, pakaian, dan sembako. Dana yang terkumpul berkisar Rp. 12.219.700,-. Ini belum termasuk donasi berikutnya yang diberikan melalui SIJ setelah kami memberikan bantuan ke beberapa desa. Uang tersebut kami belanjakan barang-barang kebutuhan masyarakat yang terkena banjir. Sembako berupa beras, mie, minyak sayur, susu kaleng, air mineral, makanan ringan, dan lainnya ini kami salurkan ke empat desa, yakni Desa Rukam, Desa Sakean, Desa Muaro Jambi, dan Seberang Kota Jambi. Selain sembako, pakaian bekas dan masih layak pakai juga diberikan kepada korban banjir.

Saya, Uli, Tiara M, Via, Rikky, Rhomy, dan kru Majalah Online anak muda Jambi, PIPET MAGZ, (SIJ bekerja sama dengan majalah online ini dalam mencari dan menyalurkan bantuan) merupakan tim kedua yang bergerak menuju Desa Muaro Jambi dan Seberang Kota Jambi. Pada hari Selasa siang, kami berkumpul di sekre SIJ, mengecek beberapa barang yang akan dibawa, sembari memastikan tidak ada satupun barang yang tertinggal. Menjelang sore mobil yang kami sewa bergerak menuju Desa Muaro Jambi sebagai destinasi pertama. Sedangkan teman-teman lain mengikuti dari belakang menggunakan motor.

Tiba di lokasi pertama, Desa Muaro Jambi, kami disambut oleh pemuda desa tersebut, Bang Ahok. Selanjutnya bantuan pun diserahkan melalui posko banjir yang terletak di halaman parkir menuju Candi Muaro Jambi. Disana telah berkumpul ibu-ibu dan anak-anak korban banjir yang kebanyakan berasal dari RT 8 dan 9. Sebagian warga ada yang masih menginap di tenda, ada pula yang telah pulang. Namun sebagian pula memilih untuk tidur di tenda, karena tidak berani pulang ke rumah meski air pada saat itu sudah agak surut. Bantuan itu pun diserahkan secara simbolis kepada salah satu ibu-ibu disana.

Di sela-sela obrolan bersama anak-anak disana, Uli, salah satu relawan SIJ, bertanya kepada anak-anak tentang sudah berapa lama mereka libur. Pada pertanyaan selanjutnya, Uli menanyakan ini: “Enak libur ato sekolah?”, sontak anak-anak menjawab: “Sekolah.” Tetapi ketika Uli menanyakan hal itu kedua kali, anak-anak dengan semangat menjawab: “Libur.” Hingga ketiga kali pertanyaan itu dilontarkan, hanya raut ceria yang terpatri di wajah mereka. Diselingi canda tawa dan obrolan dialek Desa Muaro Jambi, relawan SIJ, kru PIPET MAGZ, anak-anak, dan ibu-ibu pun saling berinteraksi.

Setelah 1 jam menghabiskan waktu di Desa Muaro Jambi, kami pun bertolak ke Seberang Kota Jambi. Di daerah ini, kami menghubungi Bang Hadyan. Beliau mengantarkan kami menuju posko bantuan banjir, namun sayangnya posko tersebut tutup. Mengingat hari menjelang maghrib, kami diberi ide untuk menyalurkan bantuan kepada kepala lurah setempat. Akhirnya kami diarahkan menuju rumah lurah tersebut. Dan di kantor lurahnya, kami menyerahkan bantuan secara simbolis kepada lurah tersebut (sayangnya saya lupa namanya). Meski tidak menyerahkan kepada warga langsung, harapannya bantuan tersebut bisa diberikan tepat sasaran.

Kemudian, menjelang maghrib kami sejenak mengistirahatkan jiwa dan raga di sebuah mesjid yang di depannya ada makam Pangeran Wirokusumo. Setelah selesai sholat, kami pulang ke rumah masing-masing malam itu. Sementara di sisi lain, tim Desa Rukam dan Desa Sakean masih di dalam perjalanan menuju Desa Sakean. Meski tiba di rumah badan kami lelah, namun apa yang dilakukan hari itu telah menghapuskan keletihan yang kami rasakan.

SIJ mengucapkan banyak terima kasih kepada para donatur yang berada di Kota Jambi maupun luar Provinsi Jambi, yang telah menyisihkan sebagian rezekinya bagi para korban banjir. Pun untuk kerja keras dan semangat relawan SIJ yang nggak henti menebar kebaikan, saya acungi jempol untuk teman-teman :’) Semoga apa yang kita lakukan ini bermanfaat bagi  mereka, amiiinnnn… :’)

Sahabat Ilmu Jambi di Januari 2013

Capacity buildingnya nggak lengkap kalo nggak foto-foto :D

Capacity buildingnya nggak lengkap kalo nggak foto-foto 😀

“Tahun baru, bulan baru, program baru, semangat baru, dan Sahabat Ilmu Jambi menjadi bagian pembaharuan itu.”

Memasuki tahun 2013 ini, semangat saya makin pol untuk Sahabat Ilmu Jambi (SIJ). Terlepas dari kekurangan dan kesibukan, SIJ saya yakin mampu lebih baik lagi di tahun 2013 ini. Pembaharuan yang meliputi dari program, relawan, dan semangat diharapkan bisa mencetak ‘sesuatu’ di negeri ini, bisa berkontribusi sedikit walaupun kecil. Itulah harapan saya. Dan tentunya harapan teman-teman relawan bukan? :’)

Ada banyak kegiatan yang telah dijalankan oleh relawan SIJ pada bulan Januari kemarin. Kegiatan ini berasal dari tiga divisi yang masing-masing membidangi amanah berbeda. Ketiga divisi tersebut adalah divisi pendampingan, divisi taman baca, dan divisi kreatif. Yup, ketiga divisi ini sengaja dibentuk atas usulan teman-teman relawan agar SIJ lebih terarah dan terfokus kegiatannya dengan orang-orang yang bertanggung jawab di masing-masing divisi itu. Selain itu dengan bertambahnya relawan (karena tahun kemarin perekrutan relawan baru untuk angkatan ke V) diharapkan program yang SIJ jalankan bisa berjalan dengan konsisten dan terukur. Meski nggak banyak yang berubah dari program-program sebelumnya, contohnya capacity building, dimana pada tanggal 6 Januari lalu, kami mendatangkan bang Ahmad, seorang motivator di Jambi, berbagi cerita tentang kepemimpinan bersama relawan di Hutan Kota. Diselingin dengan games kekompakan tim yang diinisiasi divisi kreatif, membuat capacity building itu berkesan di hati saya. Well, ini salah satu cara SIJ agar relawan semakin solid dan kapasitas diri mereka lebih baik kedepannya.

Anyway, balik lagi ke program-program yang telah dijalankan oleh setiap divisi. Sungguh suatu progress yang bagus ketika setiap divisi memberi tahu saya program apa saja yang akan mereka kerjakan tahun ini. Saya bahagia banget, teman-teman memiliki ide kreatif untuk SIJ. Contohnya divisi taman baca, baru-baru ini melaksanakan beres-beres sekretariat dan perpustakaan SIJ yang terletak di rumah Maul di Kotabaru. Acara beres-beres ini tentu melibatkan beberapa relawan dan juga menggunakan uang kas divisi taman baca SIJ dalam membeli berbagai peralatan. Buku-buku dan barang-barang dari sekretariat diletakkan di bawah oleh relawan perempuan, sedangkan mengecat sekre dengan warna biru dan hijau dilakukan oleh relawan laki-laki, meski yang perempuan juga tangguh waktu mereka ngecat kemarin lho 😀

Yani, sebagai Penanggung Jawab (PJ) divisi ini, menginginkan sekre yang nyaman, alhasil ia dan relawan di divisi tersebut telah merancang sekre dengan konsep yang baru. Katanya nanti rak buku bakal dibikin lebih bagus, ada mading, sekre dicat dengan warna meriah, dan ada plang nama SIJ. Divisi ini juga akan membuat pin dan stiker taman baca SIJ yang bakal dijual (cara fund raising yang cukup efektif), donasi buku di World Book Day bulan April, kegiatan di taman baca seperti pelatihan menulis atau sharing ilmu dengan siswa SMA, serta kegiatan lainnya yang OK banget. Doakan ya program divisi taman baca bisa berjalan semuanya di tahun 2013 ini.

Next, divisi yang sedari dulu merupakan kunci utama kegiatan SIJ adalah pendampingan. Dikomandoi oleh Tiara, PJ divisi pendampingan, telah menjalankan 2 kali pendampingan di bulan Januari dengan baik. Pendampingan pertama, 12 Januari lalu, merupakan acara pertama kami di panti asuhan Al-Kautsar. Dimana panti ini merupakan panti baru yang kami datangi, karena sebelumnya kami mendampingi di panti lain. Panti asuhan di Al-Kautsar ini lah yang akan kami dampingi selama 1 tahun. Pendampingan pertama dirancang sebagai ajang perkenalan, masing-masing kakak asuh memperkenalkan diri, begitu pula adik asuh. Adik asuh disana berjumlah 15 orang, ada Yoseph, Ridho, Yusuf, Ferri, Fitri, Laila, Ela, Hamida, Ferbina, Ego, Jumaidi, Angga, Winda, Fina, dan Sisi. Di awal pendampingan itu, mereka diajak bermain games bersama kakak asuh, berupa games yang membentuk kelompok dari huruf depan masing-masing nama adik asuh dan kakak asuh. Jadi, masing-masing mereka akan mencari grup yang huruf depannya A-Z, kemudian saling mengingat nama-nama kelompoknya (kakak asuh juga terlibat disini). Wah seru deh pokoknya acara perkenalan SIJ di minggu pertama pendampingan, hehe.

Di minggu selanjutnya, pendampingan tetap berjalan. Kali ini games dipandu oleh Uli. Ia memberikan games pesan berantai yang dibisikkan dari adik asuh A ke adik asuh selanjutnya. Pesan berantai ini menggunakan kalimat peribahasa, dimana pada akhir games diberi tahu makna peribahasa yang telah mereka sebutkan itu. Akhirnya setelah games berlangsung beberapa menit, keluarlah satu kelompok sebagai pemenang. Mereka pun dianugerahi kalung bertuliskan The Winner yang dibuat Uli. Nah di minggu ini pula adik asuh diberikan buku bacaan sesuai minat mereka. Jadi buku bacaan tersebut dimasukkan ke dalam kotak dan Tiara membuat kotak tersebut seolah-olah hadiah harta karun. Terang saja ketika ini dibuka, adik asuh menyerbunya dan saling berebut mengambil buku. Hampir semua adik asuh mendapatkan buku yang mereka sukai. Ahh mudah-mudahan saja mereka menjadi cinta ilmu ya.

Sabtu kemarin, 2 Februari, pendampingan diadakan lagi. Meski jumlah relawan sedikit, tapi ini tidak menyurutkan kami untuk berkegiatan. Saya datang tepat pukul 15.00 disana. Disambut oleh Laila dengan kalimat: “Kakak, kami nunggu kakak lho disini, kemarin kakak dak kesini, kami kangen.” Kalo kalian mendengar langsung kalimat yang dilontarkan anak kecil suka bermain boneka ini, pasti terharu dibuatnya. Itu pula yang saya rasakan. Disambut ceria dan disalami satu persatu                 oleh mereka membuat saya bahagia. Memang nggak ada yang lebih membuat hati kita tentram ketika kita dirindukan kedatangannya untuk berbagi bersama mereka. Dan ternyata relawan SIJ dirindukan mereka kedatangannya :’) Setelah kejadian itu, saya semakin bersemangat melakukan pendampingan kali ini. Apalagi ketika adik asuh diberikan tema Cinta Indonesia yang diinisiasi oleh Tiara.

Konsep ini Tiara bawa agar adik asuh mengetahui tempat-tempat wisata di Indonesia dan semakin mencintai negerinya. Ia mengambil gambar Komodo, Kawah Ijen, dan Gunung Rinjani dari internet, menjadikan gambar-gambar tersebut sebagai puzzle. Disertai pula dengan informasi mengenai gambar yang mana dari ketiga kelompok akan mempresentasikan karya puzzle mereka sembari menyebutkan informasinya. Kurang dari 7 menit, puzzle selesai! Semua adik asuh bersemangat sekali menyusunnya, meski terkadang ada beberapa yang menyerah, tapi karena didampingi kakak asuh per kelompoknya mereka pun semangat menyusun kembali. Setelah menempel puzzle, mereka pun diwajibkan untuk membuat yel-yel kelompok sebelum presentasi dimulai. Dari nyanyi sampai goyang yeye lala ala acara musik di stasiun televisi swasta pun ditampilkan. Sumpah, kocak banget deh! Kakak asuh nggak mau kalah dengan adik asuh dalam hal kreativitas 😀 It’s a good job guys!

Untuk kegiatan divisi pendampingan yang lain, saya menyarankan kepada Tiara agar ia berdiskusi dengan teman-teman di divisinya dalam menentukan tema per minggu, termasuk mencari topik program Dare to Dream atau belajar di luar panti asuhan setiap satu bulan sekali. Setiap minggunya tema akan berbeda, dan setiap itu pula relawan yang berbeda akan diamanahi tugas mencari tema pendampingan sebagai tanggung jawabnya. Jadi ketika relawan D mendapat amanah minggu ini, ia harus mencari tema baru dan mendiskusikannya dengan relawan lain. Setidaknya melatih kreativitas bisa dilakukan dari hal-hal kecil bukan? ^_^

Hmm, apalagi divisi yang belum saya ceritakan? Yup, divisi kreatif! Dipandu oleh Rio sebagai PJ divisi ini, ia dan relawan divisi kreatif telah memiliki rancangan program yang nggak kalah keren dengan dua divisi sebelumnya. Sesuai namanya sih, kreatif, berarti orang-orang di disivi ini juga kreatif-kreatif bukan? Salah satu program yang hari Rabu besok akan dijalankan oleh mereka adalah pelatihan menyulam. Yup, pemberian keterampilan ini didukung pula oleh mbak Rina, yang kebetulan menjadikan SIJ sebagai bahan penelitiannya untuk menyelesaikan S1 Pendidikan Luar Sekolah di salah satu universitas di Jawa Barat. Berdomisili di Jambi, ia pun mengajak SIJ kerjasama. Nah pendampingan kreatif ini akan melibatkan 18 adik asuh di panti asuhan Al-Kautsar, Darul Aitam, dan Madinatul Aitam, dan akan dilaksanakan setiap hari Rabu dan Minggu. Sebelumnya divisi kreatif juga mengajak mbak Rina memberikan capacity building menyulam di akhir bulan kemarin, 26 Januari. Jadi sebelum kakak asuh mendampingi pembuatan menyulam, mereka terlebih dahulu dilatih mbak Rina. Di sisi lain, bagi adik asuh cowok, Rio dan kawan-kawan telah menyiapkan program kreativitas berupa lampion. Seperti apa bentuknya? Kita lihat senin nanti saat divisi ini mempresentasikannya 😀

Guys, divisi kreatif bukan sekedar memberikan pelatihan keterampilan hidup tanpa follow up lho. Mereka telah merancang kegiatan di dua bulan ke depan, setelah adik asuh mahir membuat sulaman di jilbab atau membuat sulaman dari kain perca, hasil karya mereka akan dipamerkan. Yup, SIJ akan bikin pameran hasil kerajinan tangan adik asuh di salah satu tempat yang cukup strategis. Kita akan mengundang orang-orang di sekitar kita yang peduli dan mau berbagi. Di pameran ini juga, barang mereka akan dijual kepada masyarakat! Wah siapa yang nggak bangga coba barang hasil kerajinan tanggannya dibeli dan mengahasilkan uang? Ternyata divisi kreatif mencoba memberikan sisi social entepreneurnya kepada adik asuh. I do hope it will be come true, jadi nggak sabar nunggu waktu pameran hehe. Oya, selain pelatihan kerajinan tangan tersebut, divisi kreatif juga bertanggung jawab untuk tema capacity building, berkolaborasi dengan divisi pendampingan dalam menyelenggarakan Dare to Dream, hingga menggodok acara anak muda di Jambi, semacam seminar, talkshow, sarasehan, atau yang lain. Tentu kita menanti ide-ide kreatif yang dilontarkan, kemudian secepatnya direalisasikan.

Yang membahagiakan SIJ di tahun ini, selain 3 divisi dengan program kerennya itu, kami mendapatkan bantuan dana dari Ashoka Indonesia karena keikutsertaan saya di Ashoka Young Changemakers akhir November kemarin. Dana ini semoga bisa menjadi pemicu semangat kami, dimana kadang kami bingung bagaimana mengalokasikan uang untuk setiap program. Semoga dana ini bisa kami manfaatkan dengan baik ya guys :’)

Sepertinya cerita tentang SIJ di bulan pertama ini dicukupkan sampai disini dulu ya. Saya janji tiap bulannya akan menulis perkembangan dan evaluasi dari kegiatan yang dilaksanakan oleh SIJ. Semoga begitu pula dengan para relawan lain, mari menulis agar kita dikenang suatu hari nanti 🙂

Ashoka Young Changemakers: Tanamkan Empati, Lalu Beraksi!

Bukan hanya sekali saya mendengar kata ‘Ashoka’ ini. Dulu, sekitar tahun 2009 atau 2010 (persisnya saya lupa), saya pernah membaca artikel dalam bentuk pdf yang diluncurkan oleh Ashoka. Artikel tersebut terakit soal pembaharu muda yang telah memberikan dampak positif bagi sekelilingnya. Saat itu membaca berita tersebut sangat iri. Bukan karena tergabung dalam komunitas Ashoka Youngchangemaker, tapi iri dengan kepekaan anak-anak muda yang terpilih dari berbagai wilayah Indonesia untuk beraksi di lingkungannya masing-masing. Saya hanya bisa mengagumi mereka, dan kebetulan dengan seorang teman yang mengetahui program ini sama-sama bingung, how can we start like them? How can we make a CHANGE?

Akhirnya ide untuk melakukan perubahan dan memberikan dampak positif berhenti hanya sebatas pemikiran itu saja. Masih bingung dengan gimana memulainya. Saya merasa ingin melakukan, tp dengan siapa? Apakah ada anak-anak muda Jambi yang berpikiran sama seperti Ashoka Young Changemakers? Hingga kemudian saya melupakan Ashoka, dan berkutat dengan kegiatan pers mahasiswa di kampus saya kala itu. Anehnya, tanpa sengaja saya dipertemukan lagi oleh kakak-kakak dari Ashoka yang waktu itu mengisi acara pada Parlemen Muda Indonesia (PMI) di Jakarta dan Indonesian Young Changemaker Summit (IYCS) di Bandung. Lalu cerita bermula dari sini..

Saya pun bertukar pikiran dengan kak Agni yang waktu itu bersama kerabatnya kak Reta Dungga mengisi acara di PMI pada Januari 2012. Saya bertanya apa itu Ashoka dan kegiatannya, di sisi lain saya juga mendapatkan ilmu dari mereka bagaimana memulai suatu perubahan dari hal-hal kecil. Meski sudah ketemu mereka di PMI, ternyata saya mengetahui Ashoka membuka pendaftaran Young Changemakers (YCM) dari mbak Thantien di Malang via grup di Facebook pada akhir 2011. Pada kesempatan itulah, saya bertanya ke mbak Thantien bagaimana mengikuti prosedurnya, dan akhirnya mengirimkan aplikasi ide sosial dengan membawa Sahabat Ilmu Jambi (SIJ). Nah, ketika bertemu dengan kak Agni itulah, perasaan saya semakin positif. Sudah lama kata ‘iri’ merasuki saya dengan kegiatan para Ashoka YCM, bahkan menunggu beberapa tahun, lalu kesempatan hadir di depan mata, saya nggak mau melewatkannya.

Awalnya Ein, wakil di SIJ, yang saya minta untuk mewakili SIJ mengirimkan aplikasinya. Namun karena Ein kala itu ingin mendaftar kegiatan lain dan ia merasa kalau saya saja yang mengirimkannya, akhirnya dalam waktu beberapa hari aplikasi tersebut dikirim via email ke mbak Thantien, dan beliau yang memproses bersama recruiter lainnya. Sejak Desember 2011 hingga awal September saya belum mendapat informasi bagaimana nasib aplikasi tersebut. Hingga akhirnya Adit, kawan sesama organisasi, menghubungi saya, bahwa Ashoka YCM akan mengadakan seleksi panel. Setelah itu pula, dua kali telepon dari Ashoka YCM mewawancarai saya tentang ide gerakan sosial SIJ ini dalam kurun waktu September-Oktober.

Finally, sebuah email yang menyatakan ide sosial tersebut lolos maju ke tahap seleksi panel datang kepada saya pada akhir Oktober. Sujud syukur bisa membawa SIJ lebih baik di tahun 2012, pikir saya. Saya pun mempersiapkan media presentasi dalam bentuk kardus bekas yang sudah tidak dipakai, lalu menempelnya dengan foto-foto kegiatan dan gambar dari majalah remaja yang berhubungan dengan SIJ. Dalam 3 hari, media presentasi sederhana itu selesai. Saya membawanya ke Jakarta pada 27 November lalu, disertai dengan semangat membara tentunya 😀

Saya berangkat ke Jakarta bersama Cici yang mewakili ide sosialnya SAD Rengke-rengke. Pada tanggal 27 November pagi, pesawat membawa kami ke Jakarta, dan bertemulah kami dengan Adit, Rara, Indah, dan Muhammad, yang juga mewakili ide gerakan sosialnya masing-masing. Daannnnn..akhirnya saya ketemu ibu Mira (ketua Ashoka Indonesia), ibu Nia (Youngchangemaker teacher), mas Ali (Kick Andy Foundation), dan pak Wahyu (Aksi), plus mbak Cipi dan mbak Nana 😀 So glad to meet them, yang memberikan kesempatan bagi anak muda untuk berkolaborasi dan mempresentasikan ide sosial. Nah, pada 28 November-nya, saya mendapat giliran kedua untuk mempresentasikan SIJ. Deg-degannya maksimal siih, karena ini presentasi pertama di tingkat nasional. Unfortunately, ini diadakan dalam bentuk informal, so I stay cool aja deh 😀 Presentasi berlangsung cepat dan sesi tanya jawab dari empat panelis pun sangat bersahabat. Saya banyak mendapat pertanyaan dan saran untuk SIJ kedepannya. Alhamdulillah, 30 menit berada di ruangan itu membuat saya keluar dengan seyuman. I gave my best. Soal lulus atau tidaknya, saya serahkan kepada Allah Swt.

Memakan waktu seharian untuk mendengarkan 6 anak muda presentasi tidak membuat kami bosan. Justru kami berenam banyak mendapatkan ide-ide baru dan saling tukar pikiran untuk komunitas masing-masing. Bahkan hal-hal lucu yang diberikan Muhammad kerap membuat kami tertawa, hahaha.. Kebersamaan yang terjalin ini lebih dari sekedar kolaborasi antar anak muda, namun kepada keinginan bersama sebagai teman baru untuk bergerak memberikan kontribusi kepada Indonesia. Kami banyak foto-foto, makan, jalan-jalan di sekitar komplek Rumah Perubahan (tempat tinggal kami disini, yang juga milik pak Rhenald Kasali), hingga bercengkrama dengan panelis yang welcome bangeeetttttt! Disini juga membuka jaringan kerjasama dan kolaborasi, jadi saya tidak ingin menyia-nyiakannya.

Tibalah saatnya pengumuman satu persatu yang diberikan oleh mbak Nana dan mbak Cipi. Saya mendapat giliran kedua (lagi-lagi). Saya diberikan penjelasan pada malam tanggal 29 November itu, hehe.. Isinya adalah panelis mengapresiasi ide sosial saya, apalagi kalau di tahun depan semakin banyak panti asuhan yang disentuh pasti akan lebih baik. Ada juga panelis yang menyampaikan bahwa mereka melihat potensi kepemimpinan dari dalam diri saya. *tersipumalu* Di sisi lain, saran untuk memberikan pendampingan yang berkelanjutan dan terarah juga diberikan. And next..when mbak Nana and mbak Cipi said that: “Congratulation, you join Ashoka Young Changemakers, Bella!”

Seketika itu pula, pikiran saya melayang pada tahun 2009-2010 dimana waktu itu saya hanya berangan-angan bisa masuk komunitas ini dan bertemu dengan changemaker lain. Dan ternyata tahun 2012 memberikan kesempatan bagi saya dan SIJ untuk berkolaborasi dan beraksi bareng komunitas lainnya. Ini semacam dream comes true. Saya yang nggak berharap banyak lolos seleksi aplikasi YCM ternyata diberikan kesempatan. Saya yang nggak yakin bahwa SIJ yang baru seumur jagung bisa diikutsertakan ternyata itu dipatahkan. Saya bersyukur, SIJ bisa lebih berkembang dengan Ashoka Indonesia. Kesempatan ini paling berharga untuk SIJ, untuk relawan SIJ tentunya 🙂

Komunitas Ashoka Young Changemakers ini kalo saya lihat, melirik anak muda yang nggak hanya melakukan perubahan, tapi dia memiliki empati untuk peduli dan berbagi, lalu kemudian beraksi dengan timnya. Visinya adalah menciptakan lebih banyak lagi pembahari muda yang melaksanakan ide kreatif yang berkesinambungan. Terima kasih atas dukungan yang telah diberikan, Ashoka. We dream it, do it, and growth it!20121128_124129

Cerita Dibalik Kami Peduli, Kami Berbakti

Dalam buku The Dreamcatcher-nya Alanda Kariza, saya pernah menuliskan satu impian yang ternyata saya tulis paling bawah, saya lupa di urutan keberapa, tapi saya tulis impian paling bawah itu seperti ini: “Pengen bikin acara yang menginspirasi dari anak muda Jambi untuk anak muda Jambi.”  Meski ia berada pada urutan impian paling bawah, nyatanya impian itu mengalahkan impian saya yang berada di nomor satu, paling atas.

Semua berawal dari keinginan. Dan saya percaya pada pepatah ”Dimana ada kemauan, disitu ada jalan.” No matter what people say, I believe what I want in this world is to share my knowledge with people. Ini yang menjadi patokan saya pertama kali saat menggagas seminar di komunitas saya dan teman-teman, Sahabat Ilmu Jambi. Meski saya minim pengalaman dalam menggagas acara seperti seminar atau talkshow, tapi saya percaya dengan kerja keras saya dan teman-teman relawan acara ini akan berjalan lancar, buktinya acara sukses diadakan pada 20 Oktober 2012 lalu. And finally, the story began..

Bagi beberapa orang, seminar ini berbeda dengan seminar lainnya. Kata mereka, kami menghadirkan sosok anak muda Jambi yang memang berbuat nyata untuk daerahnya, yakni Bang Borju (Mukhtar Hadi) dari Sekolah Alam Raya Muaro Jambi dan Linda Handayani dari SAD Rengke-rengke. Ditambah dengan klimaks acara, pembicara dari Jakarta mewakili Garuda Youth Community (GYC), David Sihombing yang berbagi cerita kepada anak muda Jambi tentang bagaimana ia mengawali GYC. Pun di tengah acara, kami menampilkan Bang Wawan, Wak Degum, dan Wak Zuhdi yang memberikan penampilan kesenian tradisional Senandung Jolo yang menggunakan alat musik tradisional Jambi, Kulintang Kayu, dan beberapa alat musik modern/tradisional lainnya. Penampilan musik ini cukup memukau penonton karena penonton diberi hadiah alat musik kulintang kayu untuk melestarikannya. Sounds great!

Acara yang dimulai pukul 14.00-17.30 WIB ini sangat sukses berjalan lancar dengan dukungan tim relawan seminar. Saya mengacungkan jempol untuk kerja keras relawan. Mereka mampu menyelesaikan seminar ini di tengah aktivitas mereka yang padat, pun juga di tengah kesibukan saya dalam mengajar dan menyelesaikan skripsi. Mungkin kalo nggak ada kerjasama dari mereka, acara ini bener-bener dibatalkan kala itu. Awalnya sulit mengorganisir teman-teman, menyatukan pola pikir dan menyatukan waktu, namun akhirnya semua berjalan mulus hingga menjelang detik-detik acara. Toh kalo ada kesalahan disana sini, anggaplah itu kita sebagai manusia yang gak lepas dari kesalahan bukan? Begitu pula dengan saya. Hehe.

Yup, sejujurnya acara ini hampir saja dibatalkan lho guys. Pertama karena kurang sponsor yang ikut mendanai kegiatan. Tiket masuk yang kami jual Rp. 15.000/orang tidak cukup untuk mencover semua keperluan. Meski yang mendaftar hingga 180 orang, namun uang tersebut masih saja kurang. Untungnya uang kas masih ada dan uang dari beberapa donatur diberikan menjelang hari H, jadi kami memakai uang tersebut untuk mengcover semuanya. We had tried to government institution, but there is no good response. Boro-boro deh ngasih semangat, tapi salah satu lembaga kepemudaannya malah bilang gini: “Oh masih ada ya jaman sekarang yang kerja gak digaji?” dan kalimat ini “Untuk apa bikin seminar terus sih, gak ada hasil konkritnya juga nanti.” Glek siapa sih yang gak ngenes dengarnya? Justru dari kepedulian sosial lah, manusia bisa berbuat sesuatu dan membantu mereka yang kekurangan. Untung saya masih punya nurani dan batas hormat kepada sosok itu, alhasil saya keluar ruangan dengan senyuman terbaik saya nan getir. Apakah ini realita kantor kepemudaan terhadap pemudanya?

Cobaan gak berhenti disana. Tempat berlangsungnya acara seminar yang awalnya saya temui kepala kantor (notabene beliau adalah dosen dimana saya kuliah di FKIP Bahasa Inggris), dan beliau mengatakan peminjaman kantor ini gratis, kami bersorak sorai, artinya kami masih saved uang untuk keperluan lain. Eh nggak tahunya ketika menemui orang yang berbeda dan notabene bawahan beliau, kami malah dipatokkan harga 😥 Harga sewanya pun bikin kami kelimpungan, gimana dapat uang itu dan gimana supaya kami gak defisit? Menjelang hari H justru ditakutkan dengan hal ini, dan bikin saya sempet ingin membatalkannya saja. Pun saya sempet berlinang air mata melihat konsep acara baru beberapa persen, padahal hari H sebentar lagi. Meski begitu, kami tetap mengupayakan uang yang diminta orang kedua yang kami temui itu. Tidak ada yang bisa kami lakukan selain pasrah. Sudah banyak yang menolong kami disini, salah satunya bang Lukman, kami sangat bersyukur, namun kadang kami harus berbesar hati bahwa gak semua hidup ini bisa gratis. Pelajarannya adalah, untuk melaksanakan acara selanjutnya, kami harus memasukkan dana peminjaman ruangan di biaya tiket. Kata teman-teman sih, harga Rp. 15.000 terlalu murah untuk acara kami, menurut mereka minimal Rp. 20.000/orang.

You know guys, dua hari menjelang acara berlangsung, ternyata percetakan dimana kami mempercayakan pin dan sertifikat (dua komponen utama yang akan kami bagikan kepada peserta) menyatakan ketidaksiapan mereka dalam mengerjakannya karena designer grafis dirawat di rumah sakit. Shocked? Tentu saja! How can we solve those problem within two days? Sedangkan satu hari sebelum acara itu Hari Raya Idul Adha lho, mana ada percetakan yang buka kan? Setelah berpikir keras dan sedikit frustasi saya di tengah malam, akhirnya masalah diselesaikan oleh saya dan Rikky, ketua panitia. Rikky mengerjakan sertifikat dan saya menyelesaikan pin. Meski hasilnya gak sempurna seperti yang kami inginkan sebelumnya, namun saya bersyukur pengerjaan dua benda itu selesai pada hari H acara. Hahaha, kalo ingat ini saya berasa gak percaya, kok bisa selesai sehari? 😀

Diantara cobaan-cobaan itu, saya bersyukur selalu didukung oleh relawan dan sponsor. Para relawan di hari H bergerak aktif, ahh seneng deh rasanya :’) Meski ada kekurangan, tapi saya mengambil sisi positif. Saya orangnya yang pengen semua beres dilakukan bersama-sama selalu menginstruksikan teman-teman untuk seharusnya begini begitu, untungnya mereka pengertian dan memakluminya. Acara pun selesai sekitar jam 6.30 WIB. Di sisi lain, acara ini gak akan berjalan dengan baik tanpa adanya dukungan dari pihak Suzuki, Burger Nase, Temphoyac, Kedai Kopi, Tiket dan Loket, SAD Rengke-rengke, Gramedia, Ankso Production, Boss FM, Tribun Jambi, Xpresi Jambi Ekspres, dan Majalah Online Pipet. Terima kasih telah menjadikan acara seminar ini sukses, banyak diapresiasi anak muda Jambi, dan semua bentuk dukungan baik moril maupun materil untuk Sahabat Ilmu Jambi. Pun kepada donatur, pembicara seminar dan pengisi acara musik, serta peserta seminar yang turut ambil peran di seminr ini. Terima kasih telah membagikan inspirasi dari anak muda untuk anak muda. :’) Kalian semua hebaaaattttttt!!

“Dream, believe, and make it happen.” -Agnes Monica-

                “Don’t be afraid to fail in catching our dream. It will happen in our life.” -Bella Moulina-

Terima kasih sudah bersama-sama mewujudkan impian saya ini, relawan Sahabat Ilmu Jambi! J

Inilah relawan SIJ yang bersama-sama mewujudkan impian saya,thank you guys! All of your dreams will be come true if you have spirit to pursue them :)

Inilah relawan SIJ yang bersama-sama mewujudkan impian saya,thank you guys! All of your dreams will be come true if you have spirit to pursue them 🙂

Perjalanan Kami di #1thSIJ: Tetap Semangat dan Istiqomah

Jargon dari Agnes Monica ini: “Dream, Believe, and Make it Happen” agaknya benar. Tentu saja karena saya sudah membuktikannya. Well, ketika kita percaya pada sebuah impian atau cita-cita, lalu kemudian kita bergerak untuk mewujudkannya, tidak menghiraukan apa kata orang, terus bergerak dan berjalan..dan tidak terasa impian itu terbukti nyata terjadi di hidup kita. Inilah yang saya alami di Sahabat Ilmu Jambi (SIJ). Ketika rasa skeptis akan hadirnya komunitas sosial di Jambi terhadang, dan pada akhirnya saya percaya komunitas ini mampu berjalan dikarenakan dukungan dari berbagai pihak, hingga 5 Agustus 2012 kemarin menjadikan SIJ genap berusia 1 tahun, adalah sesuatu hal yang patut disyukuri. Impian itu ada, nyata, dan karena mereka.

SIJ lahir karena kegelisahan saya melihat kenyataan bahwa mahasiswa di sekitar saya kurang hobi membaca dan menulis. Pun itu didukung dengan adanya kegiatan  sosial yang kurang muncul di Jambi. Ditambah pula melihat kondisi anak-anak kurang beruntung sulit mengakses bahan bacaan yang teramat tinggi harganya. Di satu sisi pula saya melihat pemuda di Muaro Jambi gencar melakukan kegiatan belajar gratis Sekolah Alam Raya (bang Borju) dan perpustakaan masyarakat yang hanya dijalani satu pemuda (bang Sarbini). Kemudian kegelisahan ini saya lontarkan kepada kak Meila, teman sekaligus kakak terunyu selama bekerja di Jambi Ekspres dulu. Ketertarikan yang tinggi terhadap membaca buku dan menulis juga menyerupai saya dengannya. Walhasil, ide ini dimatangkan dan dilemparkan ke Facebook dan Twitter. Responnya? Sungguh di luar dugaan, banyak anak muda Jambi yang tertarik bergabung menjadi relawan.

Kemudian kami kopdar di Unja Telanai pada 5 Agustus 2011, saat itu siang menjelang sore, dimana kami harus berpuasa di sela-sela kegiatan. Sekitar 10 anak muda berkumpul (seingat saya, namun saya lupa nama-namanya, masih sedikit samar-samar), kami membahas SIJ, visi misi dan tujuan serta kegiatan yang akan dilaksanakan. Akhirnya kami sepakat untuk mendampingi anak-anak di panti asuhan, tepatnya Panti Asuhan Darul Aitam dan Panti Asuhan Madinatul Aitam. Di satu sisi kami juga memberikan pelatihan kepada beberapa relawan yang pada waktu itu tertarik bergabung. Setelah konsep berjalan selama 1 bulan, kemudian pendampingan untuk meningkatkan minat membaca dan menulis di dua panti asuhan itu dimulai pada pertengahan September. Pendampingan yang dilaksanakan setiap hari sabtu selama 2 jam (15.00-17.00 WIB) tersebut belum seratus persen sesuai yang diharapkan kala itu, karena kami harus mencocokkan diri dengan kepribadian adik asuh. Pun di sisi lain kami terbatas pada kemampuan mendampingi. Hanya saja, saya hajar semua yang ada, saya katakan kepada teman bahwa kita bisa belajar apa yang kurang untuk dibenahi, jadi ya maju saja.

Ternyata pendampingan meningkatkan minat membaca dan menulis sesuai dengan visi misi SIJ itu saja tidak cukup. Perlu adanya komponen lain yang mendukung tujuan kami sukses. Kami pun memberikan pelatihan capacity building dan gathering yang diperuntukkan bagi relawan guna mengoptimalkan peran mereka sebagai kakak asuh. Pertemuan dua bulan sekali ini sangat penting agar sesama relawan dapat berinteraksi dan tidak ada gap diantaranya. Kemudian yang paling penting adalah menyatukan ide dan gagasan bagaimana pendampingan selama beberapa bulan dilaksanakan. Kami berdiskusi mengenai hal tersebut, tidak jarang kami menemui hambatan ketika seorang relawan mengeluhkan adik asuh yang sulit diatur. Gathering pun terasa lebih bermakna ketika masalah dapat dipecahkan bersama-sama. Sedangkan capacity building akan meningkatkan kualitas diri mereka sebagai anak muda Jambi yang memiliki jati diri (seperti ketika saya mendiskusikan soal passion).

Selain bagi relawan, adik asuh tidak luput dari perhatian kami. Beberapa program yang dijalankan bagi adik asuh selain pendampingan adalah Dare to Dream dan pelatihan. Meski kami belum memberikan pelatihan yang intensif kepada adik asuh, tapi program Dare to Dream agaknya membuat mereka mulai memikirkan bagaimana seharusnya cita-cita itu ada di hidup mereka. Ya, kami ingin membangkitkan impian dan cita-cita mereka yang mungkin saja terbentur dengan kondisi mereka. Maka lahirlah Dare to Dream, program dimana kami mendatangkan anak muda Jambi berprestasi yang telah menggapai impiannya. Mereka yang pernah berkesempatan hadir adalah Bona (pelukis), Dion (guru), dan Wawan (motivator). Program yang berlangsung selama dua jam ini diharapkan mampu menginspirasi adik asuh untuk berani bermimpi, setidaknya mereka mampu mengubah keadaan mereka menjadi lebih baik ketika mereka berusaha menggapai cita-cita.

Disamping kegiatan yang diperuntukkan bagi relawan dan adik asuh itu, kami juga membuka taman baca. Tidak pernah saya berharap lebih ada orang yang ingin menyediakan space rumah atau tempatnya untuk SIJ. Ternyata ini tidak terjadi. Justru ada yang menyediakannya untuk kami sebagai sarana sekretariat dan taman baca. Adalah Maul, relawan yang terhitung aktif sejak Desember ini memberikan warung milik alm.ibunya yang tidak terpakai lagi untuk kami gunakan. Masih terbayang bagaimana relawan bahu membahu membersihkan warung tersebut dan menyulapnya menjadi sekre dan taman baca yang keren. Pada akhirnya sekre dan taman baca itu diresmikan pertengahan Maret lalu, bertepatan dengan diliputnya SIJ oleh stasiun TV nasional DAAI TV yang berlokasi di Jakarta. Hingga kini pengunjung taman baca semakin bertambah, berasal dari kalangan SD hingga umum, mereka ada yang meminjam buku secara gratis (SD-SMP) dan membayar (SMA-Umum). Subsidi buku-buku relawan yang diletakkan disana juga membuat sekre dan taman baca kami lebih up to date dalam menyediakan bahan bacaan. Ini berkat usul dari Rikky, mengingat kami harus memikirkan segi ekonomis demi keberlangsungan SIJ. Saat ini taman baca selalu buka setiap hari dari pukul 14.00-17.00 WIB (kecuali selasa dan sabtu). Buku koleksi kami didapat dari para donatur yang berada di Jambi dan luar Jambi. Buku-buku tersebut juga menjadi bahan pendampingan kami agar adik asuh mau membaca.

Belum genap satu tahun umur SIJ dulu, alhamdulillah banyak pihak sponsor, media, maupun atas nama pribadi yang melirik kami. Bantuan berupa buku, dana, jasa, dan pemberitaan di media kami terima ketika SIJ belum genap satu tahun kala itu. Donatur pribadi dan organisasi (Indonesian Future Leaders) contohnya (baik berupa buku, dana, dan jasa) berdatangan dari wilayah Jambi, Jakarta, dan Palembang. Dari pihak sponsor, Kedai Kopi sering menyediakan tempatnya di lantai 2 untuk kami gathering, Temphoyac memberikan merchandise di setiap acara yang kami lakukan, kemudian Gramedia, Rumah Kenari, dan Nusantara Magazine memberikan donasi berupa buku baru dan bekas yang layak baca. Sedangkan pemberitaan soal SIJ telah dimuat di beberapa media lokal (Dira FM, Boss FM, Jambi Ekspres, Tribun Jambi, dan Jek Tv) serta skala nasional (DAAI TV dan Intisari). Pemberitaan melalui media itu otomatis membuat SIJ semakin dikenal dan mendapatkan  dukungan dari berbagai pihak (meski hingga saat ini kami belum bekerja sama dengan pihak berlatar belakang pendidikan).

Di umur yang menginjak 1 tahun kemarin (5 Agustus) telah banyak membuat kami bersyukur sebagai komunitas sosial pendidikan yang konsisten menyuarakan pendidikan bagi kalangan grass root (akar rumput). Pendampingan di panti asuhan pun menunjukkan perkembangan yang lumayan baik, tercatat beberapa adik asuh kini mulai serius belajar, hobi membaca dan menulis, serta mau mengembangkan dirinya sesuai kecerdasan yang mereka miliki. Simpatisan dari dunia nyata maupun social media tidak berhenti mengalir untuk kami. Pun yang membuat saya bahagia adalah, semakin banyak anak muda Jambi yang menyadari pentingnya peran mereka sebagai changemaker (pembaharu) untuk berkontribusi aktif dan berbagi ilmu dengan kalangan kurang beruntung, disamping mereka juga butuh waktu untuk menyenangkan diri sendiri. Meski begitu, dampak positif ini belum seratus persen baik, saya menyadari disana sini masih terdapat banyak kekurangan yang perlu dibenahi. Contohnya soal pendampingan. Relawan pengin pendampingan di periode kedua ini dihadirkan dengan cara lebih fun, praktis, dan sambil belajar pula. Saya dan teman-teman pun berusaha mencari solusi ini bersama-sama, agar relawan dan adik asuh tidak jenuh dengan jenis pendampingan yang selama ini dilaksanakan. Di satu sisi, tentu harus ada tolak ukur yang jelas bagaimana anak sudah meningkat minat membaca dan menulisnya. Mengingat pula selama ini kami hanya melakukan pengamatan saja tanpa menuliskan perkembangan dari tolak ukur yang sudah ditetapkan. Pendampingan juga akan melibatkan beberapa praktisi pendidikan dan kewirausahaan, serta melihat sisi kecerdasan majemuk yang dimiliki setiap anak. Di sisi lain, tentu kepengurusan periode baru dan pembenahan internal SIJ akan dilaksanakan pula secepatnya. Saya pengin teman-teman bisa lebih berkomitmen dengan keputusan yang telah mereka ambil. Setidaknya kalau program ini berhasil secara maksimal, ini berkat relawan pula bukan?  Berbagai hal sudah banyak terlintas di benak saya dan teman-teman ketika rapat sebelumnya, insyaallah akan direalisasikan secepatnya setelah lebaran nanti. Ya, ini PR bagi kami yang harus secepatnya diselesaikan.

Harapan saya, di usia 1 tahun ini, SIJ semakin matang dalam menjalani perannya sebagai salah satu pendukung pendidikan adik asuh. Yang tidak boleh hilang itu adalah semangat dan istiqomah selama perjalanan menempuh kesetaraan pendidikan dalam menebar ilmu dan membuka cakrawala. Kalau kedua komponen hilang, entah apa jadinya SIJ. Mungkin SIJ bakal hilang dan tidak diperdulikan. Namun semoga saja itu tidak terjadi. Semoga kami tetap semangat dan istiqomah ya teman-teman :’) Dengan semangat itu pula kami ingin melaksanakan even yang bisa bekerja sama dengan beberapa stakeholders (pemerintah, pihak swasta, dan lainnya) dalam menyelenggarakan acara untuk anak muda Jambi. Pun kami tidak menampik bahwa SIJ kelak memiliki taman baca di daerah terpencil di Jambi, membantu anak-anak disana dalam mengakses bahan bacaan berkualitas. Di sisi lain, kami sepertinya akan melirik sektor wirausaha agar SIJ dapat mandiri secara finansial (karena selama ini kami sendiri yang mengisi uang kas sebesar Rp. 10.000/bulan). Tentu saja ini jangka pajang yang harus dilaksanakan bersama-sama. Itu semua tidak akan terwujud jika tidak ada peran serta relawan. Maka adalah sebuah keberuntungan dan kebahagiaan yang tidak terkira ketika saya melihat relawan tidak putus asa, mereka tetap mendampingi di sela-sela kesibukan mereka, dan selalu bersemangat mendampingi adik asuh, karena mereka menyadari perannya sebagai pemuda. Dimana kalau bukan kita sendiri yang memberikan perubahan sekecil apapun kepada adik asuh, siapa lagi? Perubahan tidak akan menunggu siapapun dan kapanpun. Semoga SIJ mampu memberikan perubahan bagi mereka melalui para relawan pantang menyerah! Dan Allah swt akan mengabulkan doa kita, amiiinnnnn.. Happy 1st anniversary Sahabat Ilmu Jambi!!

Foto ini diambil oleh fotografer Tribun Jambi, mas Aldino, yg pada waktu itu turut memfoto kegiatan kami di Ancol 🙂

Semangat Bersekolah, Semangat Merubah Hidup

Pendampingan Sahabat Ilmu Jambi pada Sabtu lalu (12 Mei 2012) agak sedikit berbeda. Para relawan SIJ mengawalinya dengan pementasan drama bercerita yang bertemakan pendidikan. Kisah ini diangkat dari keprihatinan saya yang mendengar cerita dari bapak pemilik Panti Asuhan Darul Aitam yang berkisah bahwasanya beberapa anak panti asuhan suka bolos sekolah. Dan pasti sudah bisa diterka kan apa cerita drama pertama SIJ ini? Yup, seorang remaja yang terbujuk rayuan temannya untuk bolos sekolah, kemudian hal itu tidak terjadi karena ‘wejangan’ temannya yang lain yang mengajak mereka untuk tekun belajar dan melanjutkan pendidikan, bukan menyia-nyiakan perjuangan orangtua yang menyekolahkannya.

Drama itu diperankan oleh saya sendiri, Rikky, dan Rio, serta Amel sebagai narator. Kami memainkan peran lumayan seru, meski disana sini masih sedikit kacau dengan raut wajah yang menahan tawa 😀 Tapi setidaknya drama itu mengena di hati mereka. Bahkan beberapa diantara adik asuh di Panti Asuhan Darul Aitam tersebut jujur kepada kami bahwa mereka (dulu) suka bolos sekolah. Kami pun mengajak mereka untuk menelaah siapa pemeran antagonis, protagonis, alur cerita, dan amanat dari cerita. Dari sekian banyak yang menjawab, akhirnya kami menyimpulkan bahwa drama bercerita ini bisa menumbuhkan karakter mereka untuk jujur, bertanggung jawab terhadap diri sendiri, berani mengemukakan pendapat, tekun belajar, dan menghargai pemberian orangtua. Alhamdulillah pendampingan ini juga berjalan lancar di Panti Asuhan Madinatul Aitam. Glad to know that :’)

Saya percaya menumbuhkan semangat dan percaya diri bagi seorang anak bisa membuat mereka percaya bahwa pendidikan mampu membuat kehidupan mereka berubah ke arah yang lebih baik. Hal itu pula yang saya beritahukan kepada Juki dan Ibnu, adik asuh saya di panti tersebut. Mereka merupakan siswa kelas I SMP N 16 Kota Jambi. Mereka berasal dari latar belakang keluarga yang berbeda. Juki berasal dari keluarga yang kehidupannya bisa dibilang kembang kempis. Ia dan keluarganya menetap di Aur Gading, Sarolangun. Ia tinggal di panti ini hampir dua tahun, dimana kala itu keluarganya meminta Juki untuk berada di panti agar kelak ia bisa hidup lebih baik dan melanjutkan sekolahnya. Nasib Ibnu setidaknya lebih beruntung. Ibnu memiliki keluarga di kota Jambi. Ia sebenarnya bukan anak panti, namun ia sahabat karibnya Juki, dimana ia kerap diajak Juki untuk berkunjung ke panti. Setidaknya meski Ibnu tidak seberuntung mereka yang memiliki BlackBerry di usia remaja, tetapi Ibnu berada dalam kehangatan keluarganya, sedangkan Juki jauh dari keluarga (ia justru butuh waktu satu tahun untuk pulang kampung dan menuntaskan hasrat kerinduannya kepada orangtua).

Perbicangan kami Sabtu kemarin tidak terlepas dari drama bercerita, pentingnya pendidikan, dan mendeskripsikan gambar yang saya berikan kepada mereka. Setelah saya meminta mereka untuk mengambil kesimpulan dari drama bercerita dan deskripsi gambar yang saya berikan dalam bentuk tulisan, saya sedikit banyak memotivasi mereka agar tetap semangat bersekolah, meski kehidupan mereka terseok-seok. Awal cerita dimulai dari Juki. Saya seperti biasa selalu semangat mendengarkan anak bercerita tentang sekolah dan hidupnya, termasuk ketika Juki berkeluh kesah bahwa gurunya selalu marah-marah ketika belajar di kelas. Hal ini ternyata memicu Juki untuk bolos sekolah. “Gurunyo nak marah-marah terus kak kalo belajar di kelas kami, dak tahu ngapo, padahal kami dak ribut.” Begitu keluh Juki kepada saya. Lain halnya dengan Ibnu, anak pendiam ini tidak banyak omong, ia pun mengaku tidak pernah bolos, meski saya mendesaknya berulang kali apakah ia pernah membolos atau tidak. Hari itu perbincangan tentang pendidikan yang mampu merubah kehidupan keluarga mereka pun berlanjut. Saya menceritakan sesuatu kepada mereka.

Beruntung saya menonton kisah Kick Andy di Metro TV beberapa waktu lalu, yang menampilkan perjuangan anak SD yang hidupnya tidak mampu untuk bersekolah. Saya masih ingat betul tayangan di talkshow penggugah hati tersebut bahwasanya si anak SD setiap balik sekolah selalu mulung demi mendapatkan bayaran untuk melanjutkan sekolah dasarnya 😥  Saya juga menceritakan perjuangan seorang pemuda yang sejak kecilnya ia juga berkerja dan juga memulung untuk menambah biaya sekolah, dikarenakan orangtuanya secara terang-terangan berkata bahwa ia tidak mampu lagi menyekolahkan sang anak. Hingga saat ini, si pemuda yang saya dengar kisahnya di inspire-cast.com itu mampu menikmati jenjang perguruan tinggi dengan hasil keringatnya sendiri! Ia pantang menyerah. Disinilah saya menekankan kepada Juki dan Ibnu bahwa seberat apapun masalah keuangan dan kondisi keluarga yang mampu menghalangi kita bersekolah/meraih pendidikan yang lebih tinggi, itu akan sirna jika kita mau berusaha mencari jalan keluar untuk membiayai pendidikan itu sendiri. Si anak SD dan pemuda tadi adalah contoh nyata. Saya memberikan waktu luang bagi Juki dan Ibnu untuk berpikir, bukan hanya sekedar mendengar ‘ceramah singkat’ saya saja.

Lantas tidak berselang beberapa lama, timbullah suara parau Juki. Dengan mata yang agak berkaca-kaca, ia bercerita seperti ini kepada saya. Mendadak saya hening sejenak, begitu pula Ibnu. “Iyo kak, kehidupan kami tuh samo lah kayak anak SD itu. Orangtuo kami susah hidupnya di Aur Gading. Pernah kak dulu waktu kami SD, pas pagi hari sebelum berangkat ke sekolah, kadang kami dak makan, karena dak katek duit orangtuo kami, jadi kami tetep berangkat lah ke sekolah. Kami jugo telat masuk SD kareno orangtuo kami nyari duit dulu baru setelah terkumpul kami bisa masuk SD, itupun di umur 7 tahun kak. Tapi kami jugo pernah ngebanggain orangtuo kami, waktu itu kami dapat rangking pas SD kelas 3, tapi malah nurun rangking setelah naik kelas. Dan parahnyo semenjak kami jauh tinggal samo orangtuo, kami jadi malas belajar kak, dak ado semangat karena jauh dari orangtuo. Meski begitu, kami selalu ingat apo kato ibu bapak kami kalo kami ke Jambi nih (tinggal di panti) ditujukan untuk serius sekolah, biar biso ngelanjutin sekolah ke jenjang SMP. Kalo dak ado yang bawa kami kesini, kayaknyo kami hanyo batas SD be lah sekolahnyo, karena orangtua gak ada biaya untuk nyekolahin kak. Waktu itu kami lamo nian berpikir apo mesti ke Jambi apo idak, karena kalo ke Jambi pasti jauh dari orangtuo, namun akhirnya kami milih untuk ngelanjutin sekolah jugo ke Jambi kak. Tapi dak tau ngapo, pas udah lamo disini kadang kami kangen orangtuo dan kami butuh semangat dari mereka supaya gak malas kak. Kami sadar kak kalo misalnyo belajar sungguh-sungguh, apapun rintangan/masalahnyo pasti bisa diatasi kalo kito semangat. Kami pengen kok kak membahagiakan orangtuo kami di Aur Gading,” kata Juki.

Begitulah kurang lebih yang Juki katakan kepada saya sore itu. Ibnu pun terdiam, entah karena nggak bisa ngomong apa-apa karena kisah sedih itu, entah karena emang dia yang terlalu pendiam. Yang jelas kisah jujur yang diutarakan Juki tadi semakin membuat saya ingin memacu semangat mereka untuk terus belajar dan bersekolah, meraih cita-cita dan melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi agar kehidupan keluarga mereka berubah ke arah lebih baik. Saya pun menyemangati Juki agar jangan menyia-nyiakan keinginan orangtuanya untuk melihat Juki berhasil suatu saat nanti. Begitu pula yang saya katakan kepada Ibnu, agar ia bisa terus semangat belajar meraih cita-cita. Saya pun mengatakan jika ada kesulitan belajar atau mau curhat, saya akan ada untuk mereka. Bagi saya mendengarkan orang bercerita itu bahagia sekali, saya memiliki pendengaran yang wajib saya berikan kepada mereka yang ingin bercerita hal-hal baik kepada saya. Tentu saja pemberian Allah Swt tersebut harus dimanfaatkan sebaiknya bukan? Jadi tidak ada kata yang lebih dari kata BAHAGIA saat itu ketika mendengar cerita Juki dan Ibnu bersamaan, cerita mengenai semangat mereka untuk bersekolah meski kehidupan tidak semulus di sinteron televisi.

Well, pendampingan hari itu ditutup dengan doa setulus hati agar setiap impian anak panti ini bisa tercapai demi kebahagiaan orangtua mereka. Selalu saja ada harapan atas apa yang saya dan teman-teman relawan ini lakukan untuk kebaikan adik asuh di masa depan. Tidak ingin meminta pujian, cukup dengan cerita mereka yang sudah sukses di masa depanlah yang akan membuat kami tersenyum. Ternyata membangun impian hidup mereka sejak dini itu perlu, agar mereka punya batu loncatan yang kuat agar percaya diri menatap masa depan. Berikut puisi Juki yang sempat ia tulis di buku harian saya mengenai gurunya. Semoga semua guru di Indonesia menyadari bahwa menginspirasi siswa dalam membangun cita-cita sama pentingnya dengan memberikan nilai baik di raport. Inilah puisi dari seorang anak laki-laki kelahiran Aur Gading, yang baru terihat bakatnya di bidang linguistik berkat sejumlah puisi buatannya selama di SIJ.

 

GURUKU

(Puisi ini didedikasikan buat guruku di sekolah, SMP N 16 Kota Jambi)

 

Guruku, aku sangat berterima kasih kepadamu

Karena engkau telah mendidik kami dan membimbing kami di sekolah

 

Engkau bagaikan matahari yang selalu bersinar

Engkau selalu mengajar kami, membuat kami pintar

Dan memberikan jalan terbaik bagi kami

Serta menjadi bekal bagi kami di masa depan hingga tua nanti

 

Guruku, kami akan selalu mengenangmu dan menyanyangimu

Karena kau telah mendidik kami

Terima kasih guruku, namamu akan selalu kuukir di hatiku hingga aku tua nanti

Ibnu (kiri) dan Juki (kanan) sedang menulis deskripsi gambar yg saya berikan kemarin pada saat pendampingan

Sahabat Ilmu Jambi dalam Liputan Media, Dare to Dream, dan Capacity Building

 

Tahun 2012 bagi saya merupakan awal tahun yang baik bagi Sahabat Ilmu Jambi (SIJ), komunitas sosial yang bergerak di bidang pendidikan. Kenapa saya katakan begitu? Karena pada awal tahun ini SIJ banyak menerima kabar baik dan banyak memberikan program terbabik bagi adik asuh dan relawannya. Rentang waktu antara Januari hingga April ini, saya banyak mendapat dukungan dari berbagai pihak: liputan media elektronik DAAI TV dan JEK TV, liputan media massa Tribun Jambi, on air di Radio Boss Fm Jambi, mengadakan program Dare to Dream dan Capacity Building untuk pertama kalinya bagi adik asuh dan relawan, mendapatkan mini grant yang insyaAllah akan dikirim oleh pihak Indonesian Future Leaders melalui keikusertaan saya di Parlemen Muda Indonesia, hingga ditelpon mbak Hasanah (Pimred Tribun Jambi) dua hari yang lalu untuk berbincang-bincang mengenai saya dan SIJ. Selebihnya saya sangat bersyukur teman-teman masih berkomitmen berjuang, semangat mereka tetap menyala di tengah derasnya aktivitas yang mereka lakukan.

Pendampingan berjalan seperti biasa, kami melakukan pendampingan terhadap adik asuh di dua panti yakni Panti Asuhan Darul Aitam dan Panti Asuhan Madinatul Aitam. Pendampingan pada 24 Maret lalu sangat berkesan karena pertama kalinya kami diliput oleh televisi Jakarta, DAAI TV, dalam program Meniti Harapan. Saya yang pada akhir Januari lalu mengikuti Parlemen Muda Indonesia di Jakarta diwawancarai oleh Pak Hong Tjhin mengenai komunitas sosial yang dijalankan di Jambi. Kemudian pada 23-25 Maret lalu, kami kedatangan mbak Vince dan mas Bannu untuk meliput langsung kegiatan SIJ di Jambi. It’s truly an honour for us. Syuting selama dua hari tersebut juga sangat berkesan karena kami serentak meluncurkan program terbaru bagi adik asuh selain pendampingan, yakni Dare to Dream. Dare to Dream adalah sebuah program yang mengajak adik asuh untuk berani meraih cita-cita/impian mereka dengan mendatangkan anak muda berprestasi untuk ngobrol-ngobrol dan memberikan kemampuan. Ketika DAAI TV meliput kemarin, kebetulan kak Bona merupakan pembicara Dare to Dream pertama yang bersedia kami ajak untuk memberikan materi Melukis Mimpi. Kak Bona mengajak adik-adik untuk melukis sebuah profesi atau cita-cita yang ingin mereka raih suatu saat. Dare to Dream berjalan dengan sukses, adik-adik diharapkan berani bermimpi untuk meraih cita-cita mereka.

Selain DAAI TV, SIJ juga diliput oleh JEK TV dalam program Bincang Komunitas. Pada program ini, kami syuting di Jamtos. Beda halnya dengan DAAI TV yang banyak mengambil lokasi syuting, JEK TV hanya syuting di satu lokasi saja. Disana kami menceritakan apa itu SIJ kepada masyarakat. Disana saya juga tidak sendiri, tapi ditemani oleh Ein, Arif, Juki, dan Andi. Tayangan SIJ di JEK TV bahkan diputar berulang-ulang di stasiun TV swasta milik Jambi Ekspres tersebut hingga tiga kali. Senang sekaligus khawatir sih kalau-kalau pemirsa JEK TV bosen ngelihat kami melulu, haha. Ow ya selain media elektronik, kami juga diliput media cetak yakni Tribun Jambi. Mas Kelik lah sang inisiatornya buat ngeliput kami, setelah dulu pernah diliput di Jambi Eskpres juga, tahun ini SIJ kembali diliput media cetak dalam halaman Community. Tidak berhenti disana saja, SIJ juga diajak on air oleh radio Boss Fm dua minggu kemarin. Seperti biasa ketika komunitas diundang on air, kami diajak berbincang-bincang mengenai kegiatan SIJ. Dalam obrolan di radio ini saya bersyukur ditanyai harapan kepada pemerintah. Langsung deh panjang harapannya buat pemerintah hehe 😀 Well, sebenarnya nggak nyangka SIJ bakal secepat ini diliput berbagai media, mengingat kami masih 8 bulan dan belum banyak memberikan kontribusi. Tapi kami yakin kalau suatu hal dikerjakan dengan konsisten dan komitmen, perubahan sekecil apapun akan terjadi. And we will prove it, meningkatkan minat membaca dan menulis serta berbagi ilmu dengan mereka yang kurang beruntung.

Anyway, SIJ sekarang sudah lebih PD untuk menjajaki perusahaan, seperti memasuki proposal ke Gramedia. Saya dan kak Meila beberapa waktu lalu memasuki proposal, kalau-kalau saja kan dapet sumbangan buku dari Gramedia, alhamdulillah. Untungnya kemarin sudah sempat bertemu dengan pihak Gramedia langsung dan mas-nya menyambut baik. Tinggal ditindaklanjuti saja mengenai perbincangan kemarin, mudah-mudahan SIJ bisa diberikan donasi buku oleh Gramedia. Tidak hanya dukungan dari perusahaan saya yang berusaha kami jajaki, kami juga akan diberikan kesempatan oleh Indonesian Future Leaders, organisasi kepemudaan independen yang menyelenggarakan Parlemen Muda Indonesia beberapa waktu lalu yang saya ikuti, untuk menggunakan dana sebesar Rp. 500.000 dalam menjalankan proyek sosial SIJ. Saya baru-baru ini mengirim email proposal kepada pihak IFL, semoga saja itu bisa cepat ditindaklanjuti oleh Iman dkk, agar kami bisa menggunakan uangnya untuk program pendampingan, Dare to Dream, dan talkshow ke sekolah-sekolah mengenai kecerdasan majemuk yang dimiliki siswa.

Di sisi lain, impian untuk memiliki sekretariat dan perpustakaan sudah terkabul. Terima kasih untuk Maul sekeluarga yang meminjamkan tempatnya untuk SIJ, terima kasih juga untuk teman-teman yang sedari awal membangun sekre ini dari awalnya gudang hingga berubah menjadi sekre nan cantik. Kami pun mulai membuka taman baca karena banyaknya buku yang disumbangkan oleh donatur. Alhamdulillahnya, hingga saat ini sudah banyak kaum remaja dan dewasa yang meminjam buku disini. Kami meminjamkannya secara gratis, tapi ketika mereka lewat satu minggu mengembalikannya, kami terpaksa memberikan sanksi yakni berupa denda satu hari Rp. 1.000/buku. Anyway, rencananya kami akan membentuk klub buku bagi mereka yang suka meminjam buku, namun ini akan menjadi rencana kedepannya. Doakan saja banyak yang minjam buku disana, biar kami secepatnya membentuk klub buku. Ow ya bagi teman-teman yang mau menyumbangkan buku bekas atau baru, kami sangat welcome lho, ditunggu ya sumbangannya untuk SIJ ^_^

Nah, untuk Sabtu kemarin, tepatnya pada 28 April, kami mengadakan program capacity building dengan tema How to Find Passion and Live it! Pembangunan kapasitas diri ini dilaksanakan khusus untuk relawan SIJ di Taman Anggrek Jambi. Sebelum memulai acara, saya mengajak mereka untuk bermain games pengenalan diri dengan menjelaskan hal-hal unik yang ada pada diri mereka. Gamesnya seperti ini: Tiara misalnya, karena dia merasa jiwa penari ada di dalam dirinya, maka dia berkata “Halo, saya Tiara, saya seorang penari,” dia berkata seperti itu sambil menginterpretasikan gerakan yang menunjukkan dia seorang penari. Well, sounds interesting right? Teman-teman diajak berpikir keunikan mereka, dan teman-teman secara tidak langsung mengetahui keunikan masing-masing relawan. Ada yang menyukai band, model, baca, fotografi, dan wirausaha. Keren-keren banget kan relawan SIJ? 😀

Well, disana saya memberikan materi passion kepada teman-teman. Senangnya bisa berbagi dengan mereka bagaimana kita sendiri harus mengetahui apa passion kita, dimana itu akan membawa kita lebih mudah menjalani hidup dari hal-hal yang kita sukai. Materi tentang passion ini bertujuan agar teman-teman bisa mengetahui passionnya dimana, kemudian bisa membawa mereka untuk mendapatkan pekerjaan yang sesuai passionnya kelak. Disini saya memberikan pengarahan yang teratur dalam enam kertas. Yup, mereka harus menjawab pertanyaan yang saya ajukan dengan menyadari sesungguhnya siapa diri mereka, karena passion itu adalah proses pengenalan diri dan passion ada di diri mereka. Saya menanyakan siapa yang menjadi inspirasi mereka dan kenapa, tentang diri mereka, skill yang dimiliki, apa hal yang disukai dan dibenci, antusiasme diri terhadap sesuatu, hingga mau jadi apa mereka kedepannya (cita-cita). Dalam acara yang berlangsung satu jam tersebut, kami banyak berdiskusi mengenai passion. Saya juga berpesan kepada mereka agar menempelkan kertas yang telah ditulis di dinding kamar agar impian yang mereka tulis menjadi pemantik semangat mereka untuk mendapatkan impiannya. Nice chating with them, tired but fun! ^_^ Setelah materi passion berakhir, kami pun membahas pendampingan di dua panti, baik itu kendala maupun saran. Sesi ini diinisiasi oleh Ein, dia juga memberikan materi soal pendampingan bulan Mei yang akan dilaksanakan beberapa hari lagi. Dalam kesempatan ini, masing-masing relawan juga saling memberi kritik dan saran. Mereka juga semakin terbuka wawasannya bagaimana menjadikan diri sebagai kakak asuh yang baik. Karena kalau sudah tune in dengan adik asuh, insyaallah visi misi akan tercapai bukan? Well, kegiatan kemarin ditutup dengan foto bareng dan makan ala kadarnya dalam suasana piknik. Terima kasih sudah dateng di capacity building yang pertama teman-teman, semoga tahap keduanya bisa lebih antusias lagi ya da dan bisa diikuti semua peserta!

All in all, satu kejutan yang bikin saya penasaran adalah dua hari yang lalu saya ditelepon oleh mbak Hasanah, pimpinan redaksi koran Tribun Jambi. Beliau mendadak menelpon saya untuk memberi tahu bahwa dia pengin mengobrol tentang saya dan SIJ. Suatu kabar yang mencengangkan dan membuat saya bertanya-tanya. Apa sebenarnya yang diinginkan mbak Hasanah ya? Kata beliau sih mau dijadikan tulisan, tapi saya nggak tahu juga. Beliau pun bertanya kepada saya apakah setelah tanggal 13 Mei ada di Jambi, karena setelah tanggal itu beliau ingin mengajak saya mengobrol tentang hal itu. Jujur nih, saya nggak nyangka banget mbak itu mau menelepon dan mengajak mengobrol, secara sebelumnya saya nggak pernah kontak langsung dengan beliau. Palingan yah ama mas Kelik, mas Pras, dan mas Hanif doang bergaulnya. Dalam hati sih berharap pertemuan dengan beliau nantinya akan memberikan wawasan positif bagi saya. For sure, I can’t wait to meet her soon!

Segitu dulu deh laporan kabar baik untuk SIJ ya teman-teman. Doakan kami tetep semangat menjalani kegiatan ini, doakan kami tetep istiqomah ya untuk memberikan yang terbaik bagi dunia pendidikan di Jambi. Mohon doa restunya agar kami senantiasa kompak, karena kalo nggak kompak ya gak bakal ada SIJ di Jambi kan? Terima kasih atas doa dan dukungannya. Ayo menebar ilmu dan membuka cakrawala bersama kami ^_^