Tur Jambi Punyo Crito: Menyurusi Sungai Batanghari

“Eat well, travel often.”

Empat kata yang sarat makna. Saya sih mengartikannya seperti ini. Untuk hidup berkecukupan, banyak-banyaklah makan makanan yang baik, dan seringlah melakukan perjalanan. simple, but meaningful. Jadi, seberapa banyak kita makan makanan baik hari ini, dan seberapa sering kita jalan-jalan? ^_^

Untuk urusan kedua, travel often, saya begitu bersemangat. Tapi bukan berarti makan nggak bersemangat ya. Kalau makan kan emang harus dijalanin setiap hari, apalagi harus makan makanan bergizi. Nah kalo jalan-jalan, nggak mungkin kan setiap hari? Bagi orang yang kultur keluarganya seperti saya, jalan-jalan memang bukanlah hal nomor satu, tapi setidaknya saya sendiri mengkondisikan diri untuk setidaknya dua minggu sekali jalan-jalan ke daerah yang baru di kota Jambi. Yup, mengeksplor tempat baru, mengenalnya dan membuat saya bangga menjadi orang Jambi. Kelebihan lainnya, jika ada kesempatan ikut kegiatan di luar Jambi, saya selalu menyempatkan jalan-jalan paling lama 1-2 hari di kota tersebut. Makanya ketika sudah lama tidak jalan-jalan, saya pasti langsung nge-sms kawan-kawan yang hobi jalan-jalan: “Kapan kito jalan-jalan lagi? Nak kemano kito kali nih?”

Nah..pesan tersebut saya sampaikan kepada mas Kelik, pendiri Jambi Punyo Crito (JPC), dan kawan-kawan pegiat komunitas yang mengajak anak muda Jambi untuk mengeksplor lebih banyak tempat bersejarah dan memiliki nilai wisata budaya di kota Jambi sejak Maret 2012 lalu. Namun, setelah 3 kali tur, JPC vakum. Hingga akhirnya mas Kelik pulang kampung dan nggak kerja lagi di Jambi. Sontak saja bikin saya bingung. JPC kalo nggak dihidupin lagi bakal hilang ‘nafsu’ saya jalan-jalan, pikir saya. Kemudian saya diberi kepercayaan untuk meneruskan JPC bareng Lova, Ein, Kak Ruth, dan Mas Pras, plus nambah 2 armada baru, Suci dan Feni. Kami sempat kopdar, menentukan rute tur selanjutnya, kapan dimulai lagi, dan apa saja yang perlu dipersiapkan. Dengan komposisi minus mas Kelik ini, akhirnya kami mengeksplor sungai Batanghari pada 27 Januari 2013, yup satu minggu yang lalu.

Daannn..tur yang keempat kali ini dimulai! Perasaan saya semangat 45 deh 😀 Meski bangun telat, dan sampai di Tanggo Rajo (tempat kami bertemu dengan peserta lainnya) pun jam 8, namun ternyata masih juga harus menunggu kawan-kawan lain yang lebih telat daripada saya #pffttt Plus nungguin perahu Kajang Lako yang mengantarkan kami jalan-jalan, juga molor 1,5 jam! Jambi emang jam karet? Ah bener banget lah. Namun pada akhirnya tim JPC dan peserta tur sudah stand by jam 9, dan sekitar 30 menit kemudian kami naik kapal tersebut. Tur ke-4 ini diikuti oleh saya, Lova, Ein, Suci Utami dengan 1 teman dan 4 sepupunya, Feni dan temannya, Suci Purnamasari, Amel, Tiara, Mbak Iie, Rifki, Rhomy, Ary, Reza, Tito, dan Candra. Pukul 9.30, kami naik kapal Kajang Lako. It was great moment, for the first time I took the trip by using Kajang Lako. Dimana saya pertama kali naik perahu wisata ini lho. Oya nggak lupa sebelum memulai perjalanan, kami berdoa terlebih dahulu :’)

Well, di sepanjang perjalanan menyusuri sungai Batanghari ini, kami diiringi oleh 3 awak perahu yang kami sewa dari bang Ridho, pemuda Seberang Kota Jambi. Tiga orang ini salah satunya adalah adek bang Ridho, Irfan Effendi. Banyak informasi yang kami dapatkan tentang perahu ini. Pun di sisi lain, ada juga informasi mengenai cerita sungai Batanghari yang saya rangkum dalam beberapa tweet di akun @JambiPunyoCrito seperti yang tertera di bawah ini. Semoga bisa membantu teman-teman mengenal sungai Batanghari pada jaman dahulu dan bagaimana tantangannya saat ini. :’)

JambiPunyoCrito ‏@JambiPunyoCrito

1.     Info yg mimin dptkan ini dirangkum dr hsil pmbicraan dgn mbk @watiesaja dr staf Dokumentasi & Publikasi,Balai Pelestarian Cagar Budaya Jambi

2.     Be2rapa info jg mimin dptkn dr paman google yg dpt dipercaya keakuratan infonya. Nah mari disimak info yg bakal mimin share ini ya 😀

3.     Dimulai dr info mendasar tntg sungai Batanghari nih tweeps.Sungai Batanghari dgn pnjang ±1.740 km & lebar sungai pd kisaran antra 200-650m.

4.     Sungai Batanghari bersumber dr aliran air di Dataran Tinggi Tanah Datar,Danau Kerinci,Danau Di atas,& Pegunungan Bukit Barisan.

5.     Di zman klasik,skitar abad 7-14,sungai Batanghari mnjdi tempat peradaban http://manusia.Org  berlayar & singgah di sungai Batanghari

6.     Dikrnakn byk mnusia yg mlewati sungai Batanghari utk jlur prdagangan,byk skali ditemukn prasasti,barang2 sprti guci & piring,& prdgngn batik

7.     Siapa yg melewati sungai Batanghari ini? Sumber slnjutnya brasal dr bang Ahok,pemuda Muaro Jambi yg concern di bid.budaya.Ia mengatakn bhwa:

8.     Knon di zman klasik kala itu kta bg Ahok,pra pdagang dr China & Arab lh yg mlewati sungai kito mnuju Selat Berhala,brhari2 mnuju tnah Melayu

9.     Pedagang dr luar tsb mmbawa perabot2 rumah tangga & kperluan lainnya sprti damar,gaharu,kemenyan,& mmbwa itu didagangkn dgn sistem barter.

10.   Maka dr itu lah,Batanghari pnya peranan penting trhdp sejarah Jambi dgn 1500 km nya berada di hulu Dharmasraya & hilirnya di Zabag Sribusa.

11.   Di aliran S.Batanghari ulai dr hilir hingga hulu ditmukn prasasti dr brbgai priode.Prasasti yg angka thunnya tua/awal ditmukn di daerh hilir

12.   Di daerah hulu di wilayah Kabupaten Tanah Datar,prasasti yang ditemukan sebagian besar dikeluarkan oleh Ādityawarmman.

13.   Oya bermcam2 prasasti yg ditemukn di tepi sungai Batanghari tsb antra lain: Prasasti Solok Sipin,Prasasti di Pamenang Merangin,dan sbgainya.

14.   Brangkali ada yg brtanya2 siapa Adityawarman tsb? Dia brperan penting dlm kerajaan Malayu di abad ke 14. Wajar sja klo byk prasasti ya kan!?

15.   Nah,jalur prdagangan yg melewati tepian sungai Batanghari ini mnyebabkn byk pedagang yg singgah di Seberang kota Jambi,bngsa Arab & China.

16.   Sdgkn penduduk Melayu Jambi sndiri diajak oleh Sultan Thaha utk mnetap di seberang,dikrnakn jaman dahulu pihak Belanda menguasai kota Jambi.

17.   Jd ada semacam pengelompokan kolonial.Jika di kota Jambi trdpt kelompok Belanda,hal ini trbukti dr rumah dinas gubernur Jambi yg dulu adlh..

18.   ..kresidenan Belanda,kmudian di spnjang kntor Brimob,Unja Pasar,& kampung Melati di blakang rumah dinas gubernur adlh sisa pningglan Belanda

19.   Nah Seberang kota Jambi mnjdi tempat yg aman bgi msyrkat Melayu krna Sultan Thaha,mka brbaurlh mreka antra pnduduk melayu Jambi,Arab & China

20.   Nggak heran kan kalo di Seberang,kita temukn byk pesantren,rumah batu peninggalan Pangeran Wirokusumo yg prpduan Arab,China,& Melayu? 🙂

21.   Posisi S.batanghari diuntungkn krna angin,jd masa itu playaran brgntung kpd angin.Pendeta Buddha,I-Tsing,mlakukn prjlanan mlewati sungai ini

22.   Btw,tau gak sih,jman dhulu bhkan ssudah kemerdekaan,rumah masyarakat Jambi bhkan ada yg berada di atas sungai Batanghari lho aka rumah rakit

23.   Skrg pun rumah di seberang kota Jambi jg mnghdap ke sungai,knpa? Krna mreka mnghormati sungai sbg sumber penghsilan mreka,brshbat dgn sungai

24.   Sdgkn lihat deh rumah2 di kota kebanyakn membelakangi sungai Batanghari kn?

25.   Sungai Batanghari saat ini? Akibat aktivitas penambangan & limbah industri,tangan sungai Batnghari mnjdi wisata air agk sdkit brgeser.

26.   Hal ini brdmpak trhdp berubahnya alur sungai,erosi di tepian sungai,pndangkalan atau sdimentasi yang tinggi di spnjang aliran DAS Batanghari

27.   Akan dibangunnya jembatan di masa HBA yg mnghubungkn Seberang dgn kota Jambi,bgaimna nasib sungai batanghari & org yg mncri pnghsilan dsna?

28.   Smoga apapun yg trjdi di kota kita,sungai Batanghari tteplah mnjdi primadona maysrakatnya,tmpt peradaban yg g’ lekang oleh wktu pula 🙂

Apa yang membuat beda tur kali ini? Yup, tentu saja berkeliling menggunakan perahu Kajang Llako! Terbukti dengan banyak komentar dari beberapa peserta tur yang mengatakan bahwa mereka baru pertama kali naik perahu Kajang Lako, apalagi menyusuri sungai dari Tanggo Rajo hingga jembatan Batanghari II. Menariknya, sensasi menyusuri sungai ini juga terlihat dari pemandangan yang kami saksikan dari tengah sungai. Di tepian sungai Batanghari tentu saja memiliki ciri khas rumah panggung dimana rumah ini merupakan rumah adat asli Seberang yang struktur dan filosofinya oke banget (saya akan menuliskan kisah rumah panggung di tulisan selanjutnya), selain itu kami juga melihat rumah terapung yang menjadi kios minyak plus aktivitas warganya yang membuat para cowok ketawa ketiwi hehe.

Ada pula kapal tua, yang menurut Rifki, dulu dipakai saat pemerintahan gubernur Abdurrahman Sayoeti. Rifki bilang, dulu dia pernah naik perahu dua tingkat itu. Kondisinya sekarang? Perahu tua itu hanya teronggok di tepi sungai, sudah lapuk, dan tampak menyeramkan. Ahh sayang sekali nggak direnovasi, pikir saya. Oya di tepian sungai juga ada beberapa pabrik tambang batubara yang beroperasi. Bunker yang membawa hasil batubara ini juga ‘nongkrong’ di tepi sungai. Besar dan panjang banget. Sampai-sampai saya bingung, ini butuh berapa lama ya mengangkut hasil batubara dengan kecepatan bunker yang jalannya nggak cepet ini  -___- Kami juga melihat sebuah tempat yang menjadikan kapal-kapal sudah tua diperbaiki dan tampak seperti baru (servis kapal). Wah pokoknya pemandangan tepi sungai kalau dilihat dari tengah sungai itu sendiri menyenangkan lho. Kalian harus coba! 😀

Selain menikmati pemandangan sungai Batanghari, nggak lengkap rasanya kalo nggak bertanya langsung kepada bang Irfan, mengenai kapal Kajang Lako. Dengan berbahasa melayu Jambi, saya menanyakan beberapa hal terkait kapal tersebut, dari mulai pembuatannya hingga aktivitasnya saat ini.

FYI, kapal yang kami sewa sebesar Rp. 300.000 ini dibuat pada tahun 2011. Kala itu kelurahan dimana bang Irfan tinggal mendapatkan bantuan dana PNPM Mandiri Disbudpar Provinsi Jambi. Dana sebesar Rp. 40 juta tersebut dibuat 1 kapal, yakni kapal Kajang Lako ini. Dengan uang tersebut, selama 3 bulan pengerjaan, dengan 3 orang tenaga kerja (ahli pembuat kapal di Seberang Kota Jambi), selesailah pengerjaannya. Sejumlah papan, kayu, mesin, cat, dan perlengkapan lain dieprlukan dalam pengerjaan ini. Hasilnya? Nggak mengecewakan. Menurut saya, bentuk kapal ini unik, ada arsitektur yang justru menjadi daya tarik kapal Seberang Kota Jambi ini. Mau tahu apa?

Tawing. Itulah keunikan perahu Kajang Lako ini. Kata bang Irfan, Tawing ini adalah bahasa orang Seberang. Intinya. Tawing ini biasanya diletakkan di rumat-rumah penduduk yang masih teguh memegang ciri khas rumah adat Muaro Jambi, khususnya di Seberang. Jadi kalo teman-teman bermain ke Seberang atau rumah penduduk di Muaro Jambi, kalian akan melihat arsitektur rumah yang ciri khasnya terletak di bawah atap dan mengelilingi dari bagian depan hingga belakang rumah. Saya sendiri sulit menjelaskannya, tapi ciri khas ini mudah sekali kalian temui kok. Nah Tawing di atas rumah itu dibawa ke perahu Kajang Lako, agar ciri khas orang Seberang terlihat disini, begitu filosofi yang diberi tahu oleh bang Irfan.

Perahu ini, kata bang Irfan, seringkali dipakai untuk menjemput tamu dari Jakarta yang berkunjung ke Seberang, terutama karena ada acara di Sanggar Baik Jambi. Selain itu, hanya sesekali yang menyewa perahu ini utuk berwisata air. “Belum ado keseriusan dari pihak pemerintah nak bikin perahu nih jadi wisato aek, jadi kalo dak dipake, perahu nih kami tepike be di tepi sungai,” ujar bang Irfan. Kata bang Irfan lagi, dibutuhkan 10 liter minyak solar untuk mengantarkan kami menyusuri sungai. Sebelum dijalankan pun perahu ini dipanaskan etrlebih dahulu. Hmm, pantes aja agak lama nunggunya haha.

Tanpa terasa, hampir 2 jam kami berada di perahu, pukul 11 siang mulai beranjak. Matahari sudah di atas ubun-ubun. Saya pun berangsur turun dari kemudi kapal bagian depan saat mewawancarai bang Irfan karena matahari sangat menyengat. Kemudian bergabung dengan teman-teman lainnya, tentunya nggak melewatkan momen foto-foto 😀 Di perjalanan ini, saya juga banyak mengobrol dengan teman-teman mengenai kesukaan mereka jalan-jalan, termasuk komentar mereka terhadap tur JPC ke-4 ini. Salah satu peserta tur, Mbak Iie, menyarankan agar kami memberikan fotocopy tulisan/informasi mengenai tempat yang akan kami kunjungi selanjutnya. Rhomy beda lagi, dikarenakan kami cukup sulit memberikan informasi karena suara mesin perahu lebih kencang dari suara kami, jadi berteriak menurutnya kurang efektif, ia menyarankan kami agar membawa toa 😀 Alhamdulillah komentar baik juga dilontarkan Rifki, “Turnya keren, saya bisa menyegarkan pikiran dari rutinitas yang padat.”

Ketika perahu hampir mendekati Tanggo Rajo, ternyata pengemudi perahu membawa kami ke depan Menara Jam Gedang Gentala Arsy. Menara ini sedang dibangun saat ini di Seberang Kota Jambi. Konon ini akan menjadi simbol kota Jambi. Di bawah menara tersebut (katanya) akan dibangun museum sejarah perkembangan Islam masuk ke Seberang. Pun jembatan yang menghubungkan antara kota Jambi dan Seberang pun akan dibangun di atas sungai Batanghari. Wah, nggak sabar nih menunggu menara ini selesai dibangun!

Well, sesampainya di Tanggo Rajo, kami terpaksa beranjak dari perahu Kajang Lako. Sempat foto-foto dan diskusi tentang tur seharian itu. Plus membayar iuran sebesar Rp. 15.000, yang kemudian dikalikan sebanyak 21

Di depan Perahu Kajang Lako bersama peserta tur JPC

Di depan Perahu Kajang Lako bersama peserta tur JPC

orang, akhirnya kami menyerahkan uang sewa pembayaran perahu. Nggak lupa mengucapkan terima kasih kepada 3 pengemudi awak perahu. Semoga perjalanan kali ini memberikan nafkah yang cukup bagi mereka. Semoga tur ini menyenangkan peserta tur dan mereka mendapatkan informasi yang bisa mereka bagikan kepada teman-temannya. Dan di sisi lain, harapan saya kelak sungai Batanghari bisa lebih diseriusi sebagai wisata air yang potensial. Who knows, right?

Festival Candi Muaro Jambi dan Pesta Kanal Kuno: Menikmati Kawasan Candi Dengan Gaya Unik

Coba tebak tempat wisata apa yang membuat Jambi dikenal di mancanegara karena luasnya daerah wisata? Can you guess which one of the icon of Muaro Jambi? Yup, tebakan MJ bener banget! Apalagi kalo bukan Candi Muaro Jambi kan? Komplek situs terluas se-Asia Tenggara ini lah jawabannya. So what makes this tourism place becomes the unique one?

Agenda rutin pelaksanaan Festival Candi Muaro Jambi selalu diadakan setiap bulan Mei tiap tahunnya, begitu pula tahun ini. Nah kali ini, Festival Candi Muaro Jambi nggak sendirian, beberapa waktu lalu tepatnya pada 20-23 Mei, juga diadakan Pesta Kanal Kuno di kawasan Candi Muaro Jambi. Kalo kalian mengunjungi candi diantara tanggal tersebut, kalian tentu melihat kawasan candi rame dipadati pengunjung kan?

Festival Candi Muaro Jambi dan Pesta Kanal Kuno ini sukses menarik perhatian pengunjung. Karena apa? Biasanya kan pengunjung hanya berfoto-foto di kawasan utama candi atau sekedar piknik, kali ini halaman candi lebih berwarna dengan dua acara tersebut. Festival Candi Muaro Jambi menampilkan pagelaran musik dan budaya Muaro Jambi, berbagai macam lomba, dan stand pameran kerajinan tangan khas Muaro Jambi.

Di sisi lain, Pesta Kanal Kuno yang diadakan di RT. 07 Desa Muaro Jambi, Danau Kelari ini, juga menarik minat pengunjung lho. Pagelaran tari, musik, dan seni khas Muaro Jambi dipertunjukkan di panggung utama. Ada pula lomba memasak yang diramaikan oleh para ibu-ibu di Desa Muaro Jambi. MJ juga sempat mencicipi masakan khas desa ini, ikan senggung namanya. Jadi ikan endemik rawa-rawa seperti ikan tomang, bujuk, dan gabus, dimasukkan ke dalam bambu dan dipanaskan selama enam jam. Kurang lengkap kalo makan ikan senggung tanpa dicocol dengan sambal cicahan yang terbuat dari tomat, cabe, dan jeruk nipis, lebih menggigit dan maknyuussss!

Daannn..yang paling ditunggu-tunggu oleh pengunjung adalah menyusuri kanal kuno dengan sampan (perahu). Terobosan baru yang diberikan oleh pemuda Desa Muaro Jambi ini keren banget. Menurut Abdul Haviz, atau biasa dipanggil Ahok, ketua acara Pesta Kanal Kuno ini, butuh waktu satu bulan untuk membersihkan kanal kuno tersebut agar layak dilewati sampan. Ini juga melibatkan anggota Dwarapala Muja dan masyarakat yang berada di sekitar kanal.

“Biasanya pengunjung ke candi hanya berfoto, atau menyusuri candi dengan berjalan kaki, bermotor, atau bersepeda, justru dengan adanya kanal kuno yang mengelilingi candi ini, kami berusaha mengingatkan kepada pengunjung candi untuk kembali pada masa kerajaan Melayu Jambi sekitar abad VII Masehi. Jadi kalo mau keliling candi, bisa naik perahu dengan menyusuri kanal kuno ini,” ujar Ahok yang juga guide di kawasan wisata seluas 17 km persegi ini.

Decakan kagum akan kanal kuno ini memang gak bisa dipisahkan dari peradaban Candi Muaro Jambi. Kenapa? Karena kanal merupakan bagian situs candi-candi yang ada di Indonesia, bukan hanya Candi Muaro Jambi saja, namun juga Situs Trowulan yang menjadi petilasan ibu kota Kerajaan Majapahit di Mojokerto, Jawa Timur. Kanal yang dialiri air dari Sungai Batanghari ini berfungsi sebagai sarana transportasi dan pertahanan kompleks candi.Pembaca MJ harus tahu nih, bahwa kanal kuno di Candi Muaro Jambi bisa digunakan kembali, selain sisi ekonomis dari wisata, kita juga bisa mempelajari sejarah candi dari kanal kuno ini bukan?

Menu

Ikan senggungnya itu yg berasap2 lho 😀 Enak dan maknyus!

rut Ahok, respon pengunjung terhadap kawasan candi ini semakin bagus. Ia pun berharap kanal kuno mampu menarik wisatawan lebih banyak lagi untuk berkunjung ke candi. Kedepannya akan ada aktivitas lain yang tidak hanya berfokus pada zona utama candi, namun juga zona pengunjung seperti kanal kuno yang terletak di RT. 07 Danau Kelari ini bisa menjadi best moment bagi pengunjung pula. Well, sounds interested to visit Muaro Jambi Temple again and again, right? (bellamoulina)

Rumah Bekas Peninggalan Belanda

Rumah bekas peninggalan Belanda ini terletak di seputaran rumah dinas Gubernur Jambi, dimana pada waktu itu rumah ini berfungsi sebagai tempat istirahat orang Belanda. Hal ini terliat pada bak mandinya, kata anak pemilik rumah ini (Eka), di rumahnya ada sebuah bak mandi berukuran besar yang dahulunya menjadi tempat penyimpanan senjata Belanda. Rumah berukuran besar ini sekarang terlihat lebih modern, namun ciri khas bangunannya tidak meninggalkan jejak masa lalu penghuninya. Foto ini diambil pada tahun 1968, ketika ibu Eka masih kanak-kanak.

Menara Air: Awalnya Milik Belanda, Kini?

Perjalanan minggu pagi itu (11/03/2012) membawa saya, Kak Ruth, Ein, Lova, Mas Kelik, Mas Pras, Kak Eko, Rizki, dan Mas Hanif memiliki pengalaman baru dalam sejarah tur. Minggu pagi biasanya diisi dengan menonton televisi, bangun tidur yang agak molor, atau bahkan membereskan kamar. Rutinitas itu pun berubah seketika pada minggu lalu, piknik dengan berjalan kaki sambil mengenal Jambi dari sudut-sudut kecilnya menjadi kenangan tersendiri bagi peserta tur pertama Jambi Punyo Crito. Alhasil setelah selesai tur, 11 Maret merupakan awal kebersamaan orang-orang pecinta jalan-jalan 😀

Kami melewati berbagai kehidupan pagi itu. Setelah berkunjung ke dua tempat tur, Monumen Pelajar Pejuang/Tentara Pelajar Sriwijaya dan Mesjid Agung Al-Falah, kami beranjak ke Menara Air PDAM yang terletak di samping SD N Al-Falah. Setelah disuguhi dengan beragam aktivitas di kawasan Simpang Mangga, Simpang Bata, dan Pasar Angso Duo, kami pun menginjakkan kaki di tempat tadi. Dalam benak saya sebelumnya, menara air ini bukanlah sesuatu yang unik. Namun pepatah tak kenal maka tak sayang tampaknya benar. Justru menara ini punya kisah yang membuatnya unik.

Saat matahari pagi beranjak naik, beberapa manusia memulai aktivitasnya. Entah sebagai pekerja di seputaran pasar, satpam, tukang ojek, hingga petugas di menara air kami temui. Kami pun termasuk masyarakat Jambi yang juga memiliki aktivitas yang nggak biasa pagi itu. Jalan kaki dalam mengenal Jambi pun berhenti di menara air. Disana kami bertemu dengan seorang satpam dan petugas operator PDAM di bagian belakangnya. Sayangnya tidak satupun dari kami yang ingat nama dua lelaki itu. Dan untungnya, saya lebih dahulu survey ke tempat ini beberapa waktu sebelumnya.

Bersama teman-teman tur, saya menceritakan kembali informasi yang saya dapatkan dari Pak Edi dan Pak Imam, dua petugas operator yang kebagian shift siang dalam menjaga sirkulasi PDAM ini. Ternyata ada beberapa fakta mengejutkan bagi saya dan teman-teman yang tidak diketahui sebelumnya. Ya, menara air ini dulunya dibangun oleh penjajah dari negara kincir air, Belanda. Kokohnya bangunan milik Belanda sejak zaman penjajahan ini terbukti hingga saat ini. Meski tidak dicat ulang oleh pemerintah Jambi, namun kemegahan berdirinya menara air menunjukkan bahwa dulunya ia memiliki arti penting bagi pemerintahan Belanda.

Makna tersebut terekam dalam dua hal.  Belanda menggunakan menara air ini sebagai benteng dimana mereka dapat memata-matai musuh dari ketinggian mencapai 100 m yang melewati Sungai Batanghari. Ketika anda berdiri di lantai paling atas menara air tersebut, Jambi pun terlihat jelas dari berbagai arah, bahkan hingga daerah Simpang Kawat dan daerah pedalaman Seberang terlihat dari atas menara ini. Fungsi kedua adalah mengaliri air hujan ke rumah-rumah penduduk yang saat itu mendiami Jambi. Hingga sekarang pun, menara air ini mengaliri air ke rumah penduduk yang berada di kawasan Pasar dan Jambi Timur. Untuk hal pertama, di sepanjang daerah ini memang dulunya dikuasai Belanda. Sebuah benteng megah pernah berdiri di Mesjid Agung Al-Falah, sepanjang jalur Museum Perjuangan Rakyat Jambi hingga SMP N 1 Jambi adalah bukti dimana kekuasaan Belanda pernah bernaung di bumi pinang ini.

Menara air ini juga menyimpan sejuta misteri. Pak Edi mencontohkan, penampakan ‘sesuatu’ sering terjadi di dalam menara air tersebut. “Menara air yang tinggi yang berada di tengah dan diapit dua bangunan ini meyimpan kisah misteri. Kalo ndak kuat naik hinggo ke atas, jangan naik. Kalo idak, kepala bakal pusing. Selain itu, soal penampakan yang misterius jangan lagi ditanya. Sering nian ‘liat sesuatu’ di menara itu,” kata Pak Edi yang juga memberi tahu saya soal dahulu kala terdapat makam Putri Ayu di sekitar area menara air ini.

Teman-teman yang mendengarkan ini cukup antusias. Terlebih lagi ketika saya mengkroscek informasi kepada Kak Ruth dan Kak Eko yang sengaja mengelabui bahwa mereka pernah naik ke atas menara, dan itu sangat mustahil dilakukan. Selain kita harus memiliki izin dari pihak PDAM dan kunci untuk membuka menara, kita juga harus siap mental. Menara air ini jika dilihat dari luar memang terlihat seram. Ia tidak dicat, dan bahka banyak bagian yang menurut saya perlu perawatan serius dari pemerintah. Wajar ketika orang ingin menaiki menara ini dia harus siap mental, pikir saya.

Sayangnya bangunan Belanda ini tampak kurang terawat dibandingkan beberapa bangunan lain yang bercat biru. Bangunan PDAM berwarna biru tersebut menurut Pak Edi merupakan bangunan baru, ia dibangun sejak 1980-an. Warna cat biru pun mudah diaplikasikan di beberapa bangunan itu, tidak seperti menara air Belanda yang agak rumit. Sepintas menara air milik Belanda ini bentuknya sama dengan menara air di Jelutung, namun perbedaannya adalah menara air di Jelutung dicat oleh sponsor operator seluler, sedangkan menara air di daerah Putri Ayu ini dibiarkan catnya mengelupas begitu saja. Tidak dicat ulang, tidak memiliki sponsor, dan terkesan menyeramkan.

“Untuk ngecat ulang menara disini butuh biaya yang banyak, Mbak. Bentuknya juga lebih rumit daripada yang di Jelutung. Wajar saja kalau operator seluler berkeinginan mengecat menara air disana, karena desain bangunannya nggak rumit seperti milik peninggalan Belanda ini,” tuturnya. Ya, semoga saja peninggalan Belanda ini masih kuat untuk beberapa tahun ke depan dengan atau tanpa dicat oleh sponsor atau pemerintah Jambi. Yang tidak diinginkan adalah, anak muda akan seolah-olah apatis terhadap bangunan yang justru dahulunya memiliki sejarah ini. Sejarah yang menunjukkan bahwa upacara bendera kemerdekaan RI pertama kali di Jambi, 17 Agustus 1945, justru diadakan di sepanjang menara air dan Museum Perjuangan Rakyat Jambi ini. Oh, jangan sampai keapatisan itu terjadi bukan? (Bella Moulina)

Menara Air PDAM di samping SD N Al-Falah

Jambi Punyo Crito: Tur/Piknik Sambil Belajar Sejarah

Suatu sore, saya menerima sebuah obrolan di Facebook. Mas Kelik, wartawan Tribun menyarankan saya untuk melihat sebuah laporan berita dari temannya di Surabaya. Setelah dikroscek, laporan berita itu bikin saya berpikir, bagaimana rasanya berjalan kaki di luar negeri? *abaikan* *impiangalau*

Sebenarnya Mas Kelik ada rencana bikin komunitas yang dibuat dalam laporan berita itu. Napak tilas sejarah atau budaya Jambi, atau hal-hal unik yang dahulu kala pernah terjadi di Jambi dengan berjalan kaki pada akhir pekan! Woaa, saya menyambut baik dan excited, as usual, hehe.. Ternyata ajakan Mas Kelik serius, saya kira hanya wacana saja seperti pemerintah kita itu *bersungutkesal*

Dan..tadi sore, saya bertemu Mas Kelik dan Lova di Saimen Pasar. Membicarakan keinginan membuat komunitas pejalan ini di Jambi. Kami bertiga sendiri nggak punya background sejarah atau budaya di kehidupan masing-masing. Mas Kelik merupakan wartawan Tribun yang suka jalan-jalan dan menulis, Lova sendiri merupakan mahasiwi FE Unja dan menyukai Arkeologi, sedangkan saya adalah calon guru yang masih galau dengan hidup, haha.. Kami berkeinginan di Jambi juga ada komunitas yang isinya belajar sejarah, budaya, atau hal-hal menarik yang luput dari pandangan orang lain, sama seperti komunitas yang berada di Surabaya itu. Caranya? Para peserta akan menyusuri jalan sesuai rute yang telah ditetapkan untuk menuju lokasi yang sudah ditentukan. Mengeksplorasi lokasi tersebut dan saling berbagi cerita di Minggu pagi, dari pukul 06.00-11.00 WIB.

Anyway, lahirlah sebuah nama sore tadi dengan judul Jambi Punyo Crito. Nama ini awalnya dilontarkan Mas Kelik kepada saya, dan Lova serta saya menyetujuinya. Kenapa JPC? Karena JPC berusaha menghadirkan cerita-cerita sejarah, budaya, dan yang menarik dari perhatian orang lain. Ia dituangkan dalam tulisan bergaya feature, foto, dan video di blog (ini masih akan berjalan). Komunitas ini nantinya akan mengajak beberapa orang untuk ikut tur/piknik lho, jadi kalau teman-teman ingin bergabung dengan kami, free! Dalam komunitas ini, kita akan belajar dan mengenali Jambi dari hal-hal sederhana. Meski kita awalnya nggak tahu, tapi kita akan melakukan riset kecil-kecilan sebelum menuju kawasan tur. Untuk sementara ini, kami akan mencari tiga orang dari masing-masing kami untuk diajak tru. Do you wanna join us guys? ^_^

So, when it will start? Kata Mas Kelik sih, tur ini sebaiknya diadakan lebih cepat. Dua minggu atau satu bulan sekali tur juga lumayan bagus. Kami merencanakan tanggal 11 Maret 2012 melakukan tur pertama. Mau tahu rutenya? Kita akan memarkir motor sebelum jam 6 di RSUD Bratanata, kemudian jalan kaki menuju Mesjid Seribu Tiang “Al-Falah”, Menara Air disamping SD Al-Falah, Museum Perjuangan Rakyat, Bioskop Murni, Tugu Pers, dan Kuburan Belanda di Jembatan Makalam. Kita akan sama-sama mengeksplorasi daerah tersebut lho, jadi jangan khawatir nggak ngerti acaranya, hehe. Cukup siapkan energi untuk bangun pagi, air mineral, makanan secukupnya, dan tenaga buat jalan kaki. Seru kan tur kita?

So, do you interested to join us guys? Silahkan hubungi saya ya untuk info lebih lanjut. Saya akan mendata berapa orang yang bersedia ikut tur/piknik gratis ini. Psstt, tolong sebarkan juga info ini dengan teman-teman kalian ya! Yuk kenal Jambi dari hal-hal sederhana di pagi hari 😀