Terima Kasih dan Selamat Melanjutkan Perjuangan!

Bersama Pak Jokowi pada Februari 2012, dalam kegiatan Indonesia Young Changemaker Summit di Bandung

Bersama Pak Jokowi pada Februari 2012, dalam kegiatan Indonesia Young Changemaker Summit di Bandung

Ini hari bermakna bagi rakyat Indonesia, dari Sabang hingga Merauke, dari Miangas sampai Pulau Rote. Presiden ke-7 telah dilantik. Wakil presiden ke-7 menjadi pendamping sang presiden. Mereka adalah Jokowi Dodo dan Jusuf Kalla. Hari ini juga bersejarah. Rakyat berterima kasih atas perjuangan presiden dan wakil presiden ke-6. Susilo Bambang Yudoyono dan Boediono telah memimpin negara ini selama 10 tahun. Hari ini transisi kepemimpinan dirayakan dengan sukacita. Pertanda bahwa kepemimpinan baru ini dinantikan oleh rakyat Indonesia.

Saya bukan simpatisan Pak Jokowi sebelumnya. Bahkan saya tidak memilih dalam pemilihan langsung pada 9 Juli lalu. Saya mungkin cukup menyesal karena tidak menggunakan hak pilih saya. Saat itu saya sedang berada di Bogor, liburan sejenak setelah selesai penutupan kegiatan Alumni Pengajar Muda angkatan 6 di bawah naungan Yayasan Gerakan Indonesia Mengajar. Saya tidak bisa menggunakan A5 karena saya bukan warga Bogor. Di satu sisi saya tidak dapat menggunakan KTP di lingkungan rumah oom dan tante saya. Alhasil perhelatan akbar beberapa bulan lalu membuat saya menggelintirkan sebuah doa, agar siapapun yang terpilih, Indonesia tetap damai.

Ya, damai. Satu kata itu seringkali menjadi rusak karena oknum-oknum yang mengakibatkan negeri ini berpecah belah. Saya beragama Islam, dan dalam agama saya, Islam itu cinta perdamaian. Namun kadang di negeri yang mayoritas muslim ini, perdamaian kadang menjadi momok yang membuat saya menghela nafas panjang. Berdamailah terhadap masa lalu, berdamailah terhadap keputusan yang ada, berdamailah berdamailah.

Pak Jokowi dan Pak Jusuf Kalla menggaungkan Revolusi Mental di awal masa kampanyenya, sedangkan Pak Prabowo dan Pak Hatta melejitkan Keutuhan NKRI. Dua hal ini kiranya dapat dikolaborasikan agar Indonesia semakin sejahtera kedepannya. Kadang saya mikir, kok ya revolusi mental ini berat sekali terdengar. Bagi saya, berjuta masyarakat Indonesia dari kota hingga pelosok, mendengar kata revolusi mental ini berhubungan dengan nilai hidup dan karakter yang berhubungan pada interaksi sosial. Tidak semua masyarakat mengerti bahwa di jaman sekarang ini revolusi mental DIBUTUHKAN. Semoga saja saya salah ya.

Menarik saat saya mendengar salah satu pengalaman dosen yang mengajar privat bahasa Inggris di salah satu dinas di Jambi. Ia menceritakan bahwa pelaku di institusi tersebut tidak memiliki nilai-nilai yang seharusnya dimiliki oleh lembaga tersebut. Dikatakan dosen saya, pembayaran uang yang tertulis di dalam kertas tidak sesuai dengan apa yang ia terima. Kalian tahu kawan? Manipulatif. Pelaku institusi itu meminta dosen saya untuk menandatangani kertas yang nominal pembayarannya bahkan tidak lebih dari 50% untuk dosen saya itu. Alhamdulillah, dosen saya memiliki nilai-nilai luhur yang ia junjung dalam profesionalitasnya sebagai pendidik. Ia tidak menandatangani itu, dan memilih untuk berhenti mengajar.

Saya tidak tahu, apakah kejadian di atas sering dilihat, dialami, atau didengar teman-teman. Saya tidak tahu sudah berapa banyak kejadian itu berlangsung. Saya tidak tahu apakah masih ada orang-orang suci yang memiliki mental tangguh untuk tidak menjadi bagian dari kemudharatan itu. Saya tidak tahu apakah revolusi mental Pak Jokowi dapat berlangsung hingga ke akar-akarnya? Hingga ke rakyatnya? Rakyat yang bahkan di daerah terpencil pun masih kekurangan konsumsi pangan untuk mengisi perutnya, di saat revolusi mental digaungkan?

Sungguh ini sebuah kekhawatiran pribadi saya. Mungkin saya terlalu mencintai negeri ini. Mungkin saya dianggap terlalu berlebihan. Tapi satu hal yang perlu digarisbawahi, saya yang khawatir ini adalah rakyat biasa yang peduli dengan negaranya. Saya hormat sekali dengan Pak SBY yang telah memimpin negara ini selama 10 tahun. Saya pun kagum kepada Pak Jokowi yang mampu menarik hati masyarakat Indonesia hingga memilihnya sebagai presiden, bahkan hanya selisih sedikit persen suara dari Pak Prabowo. Kepedulian inilah yang ingin saya bangun. Mungkin ini jawaban dari revolusi mental yang Pak Jokowi agungkan. SEHARUSNYA SETIAP MASYARAKAT INDONESIA MEREVOLUSI MENTAL DAN NILAI HIDUPNYA.

Saya percaya Pak Jokowi dan Pak Jusuf Kalla mampu menerapkan revolusi mental hingga ke grass root. Adalah penting bahwa kita lah yang mengawali perubahan dalam diri sendiri. Baru setelah itu perubahan menjadi berarti bagi pemimpin. Pak Jokowi dan Pak Jusuf Kalla tidak bisa bekerja sendiri. Kita patut membantu, mengoreksi, dan turut berkontribusi bagi kepemimpinan baru. Let’s light the candles, stop cursing the darkness, begitulah yang biasanya Pak Anies Baswedan tekankan kepada alumni pengajar muda. Bahwasanya begitu banyak masalah yang ada di negeri ini, namun itu tidak akan selesai kalau kita hanya mencemooh dan menghujat.

Justru yang dibutuhkan kepemimpinan baru ini adalah nyalakan lebih banyak lilin untuk bersama-sama bekerja di setiap sektor. Tanamkan nilai-nilai luhur kehidupan, prinsip hidup, atau mental yang tangguh dan tak ikut arus kepada generasi bangsa. Indonesia milik kita bersama. Hancurnya Indonesia ya gara-gara kita, sejahteranya Indonesia juga karena kita. Jangan kira hanya pejabat yang punya andil untuk membuat perubahan. Kita, rakyat jelata pun mampu mewujudkan itu bersama-sama. Tak adil rasanya pejuang yang telah wafat di medan perang itu hanya mengamanahkan negeri ini kepada pemerintahnya saja bukan?

Seingat saya, tidak pernah saya menuliskan sebuah tulisan khusus kepada presiden terpilih dalam 24 tahun saya hidup di dunia. Namun malam ini hati saya tergelitik untuk menuliskan apa yang ada di pikiran saya. Bahkan tidak pernah terbayang dalam benak saya, bahwa Mei 2012 lalu saya menjadi bagian dari kompilasi buku Kumpulan Karya Pemenang Event “ Menulis Surat Untuk Dahlan Iskan dan Jokowi.” Entahlah, sejak saya mengenal Pak Jokowi di tahun 2011 hingga saya bertemu beliau pada acara Parlemen Muda Indonesia dan Indonesia Young Changemaker Summit 2012 lalu, ada keyakinan dalam diri bahwa Pak Jokowi suatu saat bakal memimpin negeri ini. Kenyataan itu memang terjadi.

Saya bersyukur pernah menulis sedikit pandangan tentang Pak Jokowi dalam buku terbitan LeutikaPrio Yogyakarta itu. Sang Walikota Kaki Lima sebagai cover buku tersebut menjadi kehormatan bagi saya menuliskan rekam jejak beliau yang saya ketahui. Saya berharap beliau mampu mengemban amanah ini, pemimpin yang menjadi suri tauladan bagi agama, keluarga, dan negara. Amin.

Leave a comment