“Ku berjalan raih cita untuk dunia fana di depan mataku. Tak ada ketakutan akan gelapnya malam. Fajar kan hiasi dan sinari dunia. Mimpi kan menjadi nyata bila ku tetap percaya, walau rintangan menghalang, kekuatan masih ada. Ku bernyanyi indah fajar, cinta dan keyakinanku, percaya…akan diriku mampu jalani hidupku. Kau tak kan tahu bila tak mencoba, jalanmu masih panjang, percayalah.”
Saya percaya akan kekuatan mimpi. Saya yakin jika kita mengusahakan mimpi itu dengan sungguh-sungguh, maka akan ada hasil terbaik yang akan kita terima. Saya juga nggak akan menyerah ketika tahu mimpi yang ingin kita dapatkan ternyata belum menjadi sesuatu yang terbaik pada diri kita, dan kita belum tepat mendapatkannya saat itu.
Entah kenapa sejak kejadian beberapa hari lalu, saya sedikit meragukan makna mimpi itu. Saya bukannya ingin menyerah, tapi saya sedikit tidak percaya, sampai dimana mimpi yang saya raih akan berbuah kabar baik? Atau minimal diberi penghargaan sedikit?
Saya sudah mengikuti kompetisi itu sebanyak tiga kali, ditambah dua kali saya melamar via email. Tepatnya dua tahun lalu, diawali pada 2009, 2010, 2010 akhir sebanyak dua kali, dan awal 2011, saya menekuni mimpi yang kata orang, “Untung dapat, kalo nggak dapat ya nggak untung.” Bukan saya ingin mematahkan estimasi tersebut dari nggak mungkin jadi mungkin, saya justru termotivasi untuk bisa membahagiakan orangtua saya. Saya ingin mendapatkan pengalaman dan tukar pikiran dengan orang lain, yang notabene bukan warga negara Indonesia. Saya bukan ingin mengambil jalan-jalan gratisnya, tapi saya ingin memperkenalkan Indonesia agar lebih baik, it comes from the deepest of my heart.
Mungkin inilah yang dinamakan takdir atau keberuntungan. Sedikit banyak saya melalui kompetisi itu dengan usaha, kerja keras, pantang menyerah meski selalu gagal, memperbaiki kegagalan, dan terakhir berdoa kepada Allah SWT. Saya mencari teman yang mungkin bisa membantu saya, selalu update informasi, dan juga selalu mencoba di berbagai kesempatan yang tentu sesuai dengan apa yang saya miliki.
Tapi entah lah apa yang saya rasakan saat ini sepertinya selalu bertolak belakang dengan apa yang saya usahakan. I feel empty. Sudah lima kali, dan lima kali itu pula gagal. Setiap tahun saya berusaha melakukan yang terbaik, saya melihat peluang yang mungkin belum saya gunakan secara maksimal, tapi ternyata kesempatan itu belum ada. Allah SWT mau lihat seberapa keras perjuanganku? Allah SWT belum memberikan waktu dan kesempatan yang tepay untukku? Allah SWT belum merestui mimpiku yang satu itu? Wallahua’lam.
Mungkin itu bukan jalan saya lagi, setidaknya itulah yang saya rasakan. Mungkin Allah SWT tidak memberikan restu saya keluar dari negeri ini dari nama instansi yang katanya memberdayakan pemuda itu. Saya yakin meski saya sering gagal dan jarang mendapatkan kemudahan seperti orang lain, saya nggak akan menyerah. Kemenangan sejati itu akan indah diperoleh jika disertai kerja keras dan tidak main-main, bukan sekedar persiapan yang setengah matang.
Saya sadar dulu saya percaya Man Jada Wajadda, siapa yang bersungguh-sungguh pasti ia akan dapat. Tapi saya sekarang nggak akan melupakan Man Shabara Zhafira. Kalau kita belum mendapatkan apa yang kita inginkan meski kita sudah mengusahakannya sungguh-sungguh, maka satu hal yang harus kita percaya, bersabarlah. Jangan takut, sabar dan percayalah akan kekuatan tanganNya. Percayalah pada garis takdir yang telah diberikanNya untuk maju, maju, dan pantang menyerah. Sungguh saya akan mulai berusaha bersabar, hingga saatnya Allah SWT mengizinkannya untuk saya.
“Kapur putih yang pucat, terasa penuh warna, dan pelangi yang enggan datang pun berbinar. Kertas putih yang pudar, tertulis beribu kata dan ku ungkap semua yang sedang kurasa. Dengarkanlah kata hatiku, bahwa ku ingin untuk tetap disini. Tak perlulah aku keliling dunia, biarkan ku disini, tak perlulah aku keliling dunia karena ku telah memujamu, darimu. Dunia boleh tertawa, melihatku bahagia, walau di tempat yang kau anggap tak biasa. Biarkanlah aku bernyanyi, berlari, berputar, menari disini. Tak perlulah aku keliling dunia, karena kau disini. Tak perlulah aku keliling dunia, karena segalanya bagiku indah.”
Bagi saya tak perlulah keliling dunia, saya ingin keliling Indonesia dulu. Mungkin ini sedikit skeptis dengan apa yang saya alami saat ini. Semoga ini tidak menghilangkan mimpi saya, teman. Jadi satu hal yang perlu saya resapi, lebih enak keliling Indonesia, jelajahi dan kenali negeri ini lebih dalam. Kenali sisi positif dan negatif dari Indonesia, dan kemudian bawa nama ini menuju benua yang belum terjamah.
Jambi, kota dimana saya dibesarkan dan menumpang hidup.
Palembang, kota kelahiranku dimana darah Palembang mengallir.
Lampung, kota pertama yang saya kunjungi tanpa orangtua.
Jakarta, kota metropolitan yang tidak banyak saya jelajahi meski sudah tiga kali kesini.
Bogor, kota hujan dimana saya menghabiskan liburan pada 2008 lalu.
Bandung, kota masa kecil yang dulu pernah membuat saya mendorong motor Vespa papa dari Gedung Sate menuju rumah di Bandung.
Dan Banten, kota paling enak karena saya bisa keliling daerah ini dengan sejuta pesona alam dan budayanya, dan mengunjungi kota ini pun gratis!